KEPEMIMPINAN YANG MELAKUKAN PEMBERDAYAAN
YOHANES KEREN
PENDAHULUAN
Banyak
hal yang perlu dipelajari, bukan hanya sekedar teori dan ajaran-ajaran yang
memberikan konstribusi untuk menambah pengetahuan dan intelektual saja. Dan
semuanya itu memang perlu dipikirkan, akan tetapi perlu disadari juga bahwa
hidup kita tidak terlepas dari adanya konsep kepemimpinan. John Maxwell
memiliki sebuah pandangan bahwa kepemimpinan adalah manajemen diri dangaya
hidup. Jadi, sadar atau tidak sebenarnya setiap orang memiliki potensi untuk
memimpin. Pada level yang sederhana setiap orang memiliki hak untuk memimpin
dirinya sendiri. Pada level selanjutnya seorang dapat memipin sebuah komunitas
dan bahkan sekelompok organisasi yang terstruktur dan terencana.
Dalam
bagian ini penulis mendeskripsikan suatu keadaan yang lebih mengacu kepada “Kepemimpinan yang Melakukan
Pemberdayaan. “Sebagaimana
Allah memiliki kerinduan yang besar bagi dunia ini yaitu agar semua orang dapat
memperoleh keselamatan di dalam dan melalui AnakNya yaitu Yesus Kristus.Oleh
sebab itu, gereja harus memiliki sebuah tingkat pemahaman yang lebih terhadap
pentingnya peran gereja didalam dunia ini.Allah telah memberikan otoritas
kepada Gereja-Nya untuk mengembangkan Kerajaan Allah di bumi ini.
Beberapa saat
sebelum kenaikan-Nya ke sorga, Tuhan Yesus Kristus memberikan perintah terakhir
ini,
“Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di bumi dan di sorga. Karenaitu,
pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa
dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah
Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai
kepada akhir zaman” (Mat. 28:18-20).
Ini
merupakan suatu perintah yang harus dikerjakan oleh gereja atau orang-orang percaya. Akan tetapi, ada banyak orang
Kristen yang tidak memahami dengan benar perintah ini. Ada banyak orang Kristen merasa
bahwa menggenapkan Amanat Agung hanyalah pekerjaan hamba-hamba Tuhan yang telah
Tuhan pilih dan percayakan. Ada
banyak orang percaya yang tidak mengetahui secara jelas tujuan hidupnya sebagai
orang Kristen. Setiap
hari melakukan segala aktivitas dan kegiatan-kegiatan rutin hingga terkadang
tidak menyadari tujuan Allah terhadap dirinya, sehingga tidak sedikit dari
mereka mengalami kekosongan dan menjalani kehidupannya tanpa sebuah tujuan yang
jelas. Itulah sebabnya, pentingnya pemimpin-pemimpin rohani memiliki tugas dan
tanggung jawab yang besar untuk membawa mereka kepada sebuah konsep berpikir
dan gaya hidup yang benar bagi orang-orang percaya, terlebih bagi orang yang
tidak pernah mengetahui hidup Kekristenan.
Banyak
orang bangun dari tempat tidur setiap pagi dan bertanya apa yang dapat mereka
lakukan untuk menunjukkan dan mengatakan kepada orang-orang tentang Yesus,
untuk membuat orang-orang tersebut menjadi murid-murid Tuhan yang sejati dan
mereka sendiri bertingkah laku seperti murid-murid Tuhan yang sejati juga. Karena itu, sangat perlu diadakan
sebuah pemberdayaan bagi gaya hidup dan pola pikir mereka. Dengan demikian
setiap orang yang telah diperlengkapi dapat memaksimalkan hidupnya dan hidup
sejalan dengan firman Tuhan, serta dapat memberdayakan orang lain disekitarnya.
DEFINISI KEPEMIMPINAN
Berikut ini akan dijelaskan beberapa hal mendasar yang
berkaitan dengan kepemimpinan, secara khusus kepada kepemimpinan Kristen.
Pemahaman yang benar akan kepemimpinan, memberikan kontribusi yang mendalam
mengenai kepemimpinan yang sejati.
A.
KEPEMIMPINAN
SECARA UMUM
Pemimpin
ialah seorang yang mengetahui tujuannya dengan jelas (dan mempunyai keyakinan
pribadi tentang tujuan itu), serta mampu mempengaruhi, menggerakkan dan
mengarahkan orang-orang lain untuk mencapai tujuan tersebut secara efektif.[1]
George Barna dalam bukunya Leaders on
Leadership mengutip penjelasanWarren Bennis dan Burt Nanus bahwa, “Kepemimpinan adalah
melakukan segala sesuatu dengan benar.” Sedangkan J. Oswald Sanders berpendapat
bahwa, “Kepemimpinan adalah pengaruh.”Garry Wills mengatakan, “kepemimpinan adalah
mengarahkan orang lain menuju tujuan yang diperjuangkan bersama oleh pemimpin
dan pengikut-pengikutnya.”[2] Stogdill mendefinisikan kepemimpinan sebagai “proses
mempengaruhi aktivitas suatu kelompok yang terorganisasi dalam usahanya untuk mencapai
penetapan tujuan dan pencapaian tujuan.[3]
B.
KEPEMIMPINAN
SECARA ALKITABIAH
Dalam
bukunya yang berjudul “Kepemimpinan Kristen yang Berhasil,” Charles R. Swindoll mengemukakan
bahwa: “Kepemimpinan yang sejati ditandai dengan adanya kerajinan dan ketekunan
ditengah-tengah tugas yang di percayakan kepadanya.”[4]
Poctafianus mengatakan bahwa: “Pemimpin Kristen yang baik adalah pemimpin
yang dapat memperkaya kepribadian orang yang dipimpinnya.”[5] Tuhan telah menyediakan bagi kita
pemimpin-pemimpin tahun demi tahun untuk berusaha membimbing umat-Nya maju
secara rohani. Joyce Meyer mengatakan dalam bukunya yang berjudul Pemimpin yang Sedang Dibentuk bahwa:
“Kunci kebahagiaan dan kepuasan bukan dengan mengubah situasi dan kondisi kita,
tetapi dengan mempercayakan Allah untuk mengerjakan rencana-Nya yang baik dalam
hidup kita sampai kita melihat hasilnya.”[6]
C.
CIRI
KEPEMIMPINAN ROHANI
Kepemimpinan secara
rohani adalah kepemimpinan yang bertumbuh dalam urapan Roh Kudus (menangani
kehidupan orang Kristen secara rohani). Pada
dasarnya kita dilahirkan untuk menjadi seorang pemimpin, baik memimpin
orang-orang yang Allah percayakan untuk dipimpin,juga menjadi seorang yang
cakap memimpin diri sendiri.
Gambaran utama mengenai
manusia dalam Alkitab menyangkut kepemimpinan.Allah merencanakan kita untuk
memimpin, untuk memiliki otoritas dan untuk berkuasa. “Berfirmanlah Allah: Baiklah Kita
menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas burung-burung
diudara dan atas ternak, dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata
yang merayap dibumi.”
(Kej.1:26).
Dalam nats ini ada
tiga hal utama yang harus di ketahui bahwa kita dilahirkan untuk menjadi
seorang pemimpin. Pertama,
diciptakan menurut rupa Allah berarti diciptakan untuk memimpin. Kedua, Allah memberikan kepada
manusia otoritas atas seluruh bumi. Untuk
memperoleh otoritas ini seorang pemimpin harus memiliki sikap tunduk dibawah
otoritas Allah, barulah otoritas kepemimpinan itu diberikan kepadanya. Ketiga, Tuhan memberikan perintah untuk
menguasai, kita harus memiliki kesanggupan untuk hal itu. Allah tidak pernah memerintahkan
seseorang untuk melakukan sesuatu tanpa memberikan kesanggupan kepadanya untuk
melakukannya.Berdasarkan karunia dan kepribadian, seseorang memiliki
kesanggupan untuk memimpin di suatu
bagian tertentu.
1)
Panggilan
Ketika mempelajari
Alkitab secara teliti, kita akan melihat bahwa kepemimpinan memang benar-benar
merupakan gagasan Allah. Allah bukan hanya sekedar pemimpin yang inti atau yang
utama, tetapi Allah memanggil kita untuk memimpin. Panggilan adalah hal yang sangat
penting bagi seorang pemimpin yang dipercayakan Allah. Dalam hal ini pemimpin tidak
memilih dirinya sendiri untuk menjadi seorang pemimpin yang dipercayakan Allah,
tetapi Allah sendiri yang memilihnya. Joyce
Meyer mengatakan bahwa: “Apapun yang menjadi panggilan anda, lakukan yang
terbaik. Lakukanlah secara optimal.”[7]
2)
Integritas
Integritas adalah
ciri khas orang yang dipanggil Allah untuk menjadi perpanjangan tangan Allah. Dalam terjemahan bahasa
Indonesia, kata Integrity dalam
Alkitab diterjemahkan sebagai Kejujuran. Artinya,
menjaga diri dan waspada dari segala kebohongan dan kemunafikan. Dalam hal ini, seorang pemimpin
harus menjaga dirinya sendiri dalam arti seorang pemimpin tidak mata duitan;
hidup dalam pengorbanan (Kis. 20:33). Ia seorang yang selalu giat dan
tekun dalam melaksanakan pelayanannya (Kis. 20:26). Kita tidak dapat mengukur
kerohanian orang lain, tetapi dapat mengukur kerohanian dirinya sendiri.
Poctafianus dalam bukunya Manajemen dan Kepemimpinan Menurut Wahyu
Allah mengatakan: “Seorang pemimpin rohani harus
menyadari keadaan rohaninya sendiri.”[8]
Dengan demikian
kita dapat menolong orang lain dan dapat berbicara kepada orang lain dengan
tidak berlebihan dan tidak merendahkan diri. Yang dimaksudkan adalah adanya
kehidupan yang terbuka dengan orang lain. Terbuka bukan berarti kompromi. Sebab
kompromi akan mengakibatkan terjadinya kegagalan dalam mencapai tujuan. Dengan
demikian segala sesuatu dalam diri seorang pemimpin rohani diukur dari segi
rohaninya sendiri. Ketika seorang pemimpin rohani gagal dalam hal kerohanian,
maka akan lebih baik jika ia mengakui kegagalannya itu. “Pengakuan yang jujur
menolong orang lain mengerti bahwa seorang pemimpin bukanlah seorang Superman.”[9]
Poctafianus juga
menceritakan bagaimana dalam hidupnya sebagai seorang pelayan Tuhan pernah
menyadari bahwa dirinya secara tidak langsung telah mencuri kemuliaan Allah. Saat dimana hidup pelayanannya
tidak memiliki integritas yang benar dihadapan Allah. Kemudian disuatu malam
Allah berbicara didalam dirinya dan menyuruhnya untuk mengakuinya dihadapan
orang-orang Jerman dan Perancis pada suatu malam, bahwa ia telah melakukan
kesalahan dihadapan Allah. Ia mengatakan bahwa ketika setelah dirinya mengakui
kesalahan itu, Allah tidak membuat wibawanya hilang. Justru setelah
pengakuannya yang jujur itu ia dapat berkotbah dengan urapan Allah.[10]
Kejujuran adalah satu
hal terpenting yang benar-benar harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Akibat dari sikap kejujuran ini
adalah adanya sebuah kepercayaan yang ditaruh oleh para pengikutnya sehingga
kepemimpinan itu dapat terus berkembang dan menghasilkan generasi kepemimpinan
baru yang sehat. Seorang
pemimpin rohani dihormati karena wibawanya. Banyak orang Kristen menghormati
seorang pemimpin rohaninya karena ia menganggap hal itu adalah penting. Bahkan
ada banyak gereja yang sampai hari ini secara tidak langsung, sadar atau tidak
disadari telah mengkultuskan seorang pemimpin rohani melebihi Allah mereka
sendiri.
Hal ini cukup
beralasan, karena hal demikian sudah menjadi hal yang lumrah. Akan tetapi perlu disadari juga
bahwa hal ini adalah sebuah fenomena yang sebenarnya tidak alkitabiah. Kepemimpinan seorang manusia
tidaklah untuk hal demikian, sebab esensi dari kepemimpinanitu sendiri adalah
menjadikan orang-orang yang dipimpinnya menjadi serupa dengan Kristus. Kemungkinan atas dasar pengurapan
Allah yang mengalir atas diri seorang pemimpin maka ada banyak orang Kristen mengagungkan
seorang pemimpin melebihi esensi dari pengurapan itu sendiri. Sebab pengurapan itu sendiri
merupakan akibat dari integritas yang dimiliki seorang pemimpin sehingga membuat
wibawa seorang pemimpin muncul kepermukaan.
Integritas sangat
memiliki peran yang sangat penting bagi seorang pemimpin. Sebab dengan integritas seorang
pemimpin dihormati. Integritas akan membuat seorang pemimpin tetap berada pada
posisi yang sebenarnya, segala sesuatu yang dikerjakan oleh seorang pemimpin
yang di landasi integritas yang benar akan membuahkan hasil yang optimal. Dalam
buku yang di tulisnya, Poctafianus mengatakan bahwa: “Kejujuran rohani
menimbulkan kepemimpinan yang berwibawa didalam pengurapan Allah.”[11]
Oleh sebab itu
perlu di sadari bahwa integritas seorang pemimpin sangat perlu untuk terus
dikembangkan, sehingga kepemimpinan yang sedang dikembangkan itu dapat berjalan
dengan maksimal dan membawa tim yang di pimpinnya itu kepada sebuah tujuan yang
telah diciptakan didalam program kerja yang telah di tentukan.
3)
Visi
Visi adalah pemicu
ketangguhan orang yang dipanggil Allah untuk suatu tugas khusus. Seorang pemimpin yang
dipercayakan Allah untuk memimpin harus mempunyai visi yang dari Allah. Tidak
hanya memiliki visi saja, tetapi mampu mengkomunikasikan visi tersebut kepada
orang lain yang dipimpinnya (Kis.
19:10). Jerry C.
Wofford mengutip pernyataan Gulliver’s Travels bahwa: “Visi adalah seni melihat
hal-hal yang tak kasat mata.”[12] Suatu
visi memproyeksikan suatu kondisi dimasa yang akan datang.
Ketika seorang
pemimpin mendapatkan visi dari Allah, ia akan mengkomunikasikannya kepada
orang-orang yang dipimpinnya, sehingga dapat dicapai secara bersama-sama. Perlu
diingat, bahwa visi yang disampaikan seringkali mendapat tanggapan yang
berbeda-beda oleh setiap anggota. Sebagian akan memahaminya dan memegangnya
erat-erat secara cepat, sedangkan yang lainnya perlu mendengarnya beberapa
kali.
4)
Tanggung
Jawab
Sikap yang tidak
kalah pentingnya dalam kepemimpinan yang memberdayakan orang yang di pimpinya
adalah pemimpin yang bertanggung jawab. Sikap tanggung jawab diungkapkan
melalui bagaimana ia dapat dengan tepat melakukan apa yang di katakannya. Baik
itu dilakukan melalui
tindakan ataupun dengan perkataan yang berkualitas untuk membangun orang yang
di pimpinnya.
Penulis mengutip sebuah perumpamaan yang
pernah dikemukakan Yesus dihadapan murid-murid-Nya, “Sebab hal Kerajan Sorga sama
seperti seorang yang mau berpergian ke luar negeri, yang memanggil hamba –
hambaNya
dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Yang seorang diberinya lima talenta,
yang seorang lagi dua, yang seorang lain lagi satu, masing–masing menurut kesanggupannya,
lalu ia berangkat. (Mat. 25:14–15).
Dalam bagian ini kita
semua memiliki talenta dan kemampuan yang berbeda satu sama lain. Kita semua
tidak bisa melakukan sesuatu hal yang sama, tetapi kita bisa menjadi apa yang
telah menjadi panggilan Allah dalam diri kita masing-masing.
Ketika Allah
memberikan pemimpin-pemimpin (orang–orang yang ada bersama Musa,
dan para tua–tua
Israel) kepada Musa untuk membantu dia dalam tugas – tugas mengatur kaum
Israel, ada pemimpin
yang ditentukan
untuk memimpin ribuan orang. Ada yang ditentukan memimpin ratusan, ada yang
lima puluh dan ada yang sepuluh (Kel.18: 21). Mereka melakukan hal in menurut
kesanggupannya. Ketika
seorang pemimpin Kristen telah dipercayakan bagian bagian demi bagian dalam
sebuah program gerejawi, maka hendaknyalah dirinya dapat mempertanggungjawabkan
setiap tugas yang telah didelegasikan kepadanya. Kata kunci dalam nats diatas adalah “masing-masing
menurut kesanggupannya.”
Jadi, seberapa banyak kepercayaan yang Allah taruh dalam diri seseorang, ketika
didalam hatinya ia berkata sanggup, maka tidak seharusnya jika dikemudian hari
didapati pekerjaanya itu tidak dengan baik diselesaikan.
Ketika kita
mempelajari teks dalam perumpamaan yang diutarakan Yesus mengenai talenta, kita
dapat menyimpulkan bahwa ada orang yang dalam tangung jawabnya sebagai seorang Kristen dapat
mempergunakan talentanya secar optimal tetapi ada juga orang-orang yang
sebenarnya mampu untuk mengembangkan talentanya akan tetapi ia lebih memilih
untuk tidak mempergunakannya untuk melayani orang lain sebagai bukti bahwa ia
mengasihi Allah. Akan lebih baik jika seorang Kristen mengetahui potensi di dalam dirinya, mengembangkannya
dan berguna baik bagi dirinya maupun orang-orang yang ada disekitarnya. Inilah
yang menjadi tanggung jawab seorang pemimpin, bahwa ia harus jeli dalam melihat
potensi dalam diri setiap orang yang dipimpinnya. Mungkin ada orang yang buruk
secara karakter tetapi memiliki potensi yang baik untuk mengembangkan sebuah
kegerakan yang baru, seorang pemimpin harus mengambil sebuah tindakan guna memikirkan
cara yang terbaik untuk membentuk dan memperbarui karakternya sehingga dapat
menyeimbangkan karakter dan talenta-talenta yang dimilikinya.
PRINSIP-PRINSIP
KEPEMIMPINAN KRISTEN
Seorang
pemimpin seharusnya menjalani kehidupan yang patut di contoh, baik bagi orang Kristen
maupun non-Kristen. Seorang
pemimpin harus bersih dalam hal moral, menjaga kebenaran menurut standar Allah. Seorang pemimpin harus hidup
dengan penuh iman, menunjukkan harapan dan mewujudkan kasih sejati yang alkitabiah dalam setiap hubungan. Seorang pemimpin harus menjalani
kehidupan yang tertib, sehingga injil menjadi menarik bagi orang-orang yang
belum percaya. Seorang
pemimpin harus dapat mengontrol dan menguasai dirinya dalam segala keadaan.
KEPEPIMPINAN KRISTEN YANG BERPENGARUH
Kepemimpinan
adalah pengaruh. Setiap pemimpin pasti memiliki dua karakteristik ini: ia sedang menuju suatu tempat dan ia
mampu membujuk orang lain untuk pergi bersamanya. Pengaruh harus diukur untuk menentukan
kualitasnya. Apakah pemimpin
tersebut memiliki pengikut karena posisinya? Artinya ia menggunakan kekuatan
dari jabatan yang di sandangnya, atau ia banyak diikuti karana keberadaannya?
Artinya bahwa ia melebihi organisasi itu dan telah mengembangkan orang orang
yang mengikutinya itu dengan sekala kelas dunia.
Kualitas
dari seorang pemimpin diukur dari kualitas yang dimiliki para pengikutnya. Sebab kualitas seorang pengikut
mencerminkan kualitas pemimpinnya pula. Pada dasarnya setiap hari kita dapat menjumpai adanya praktek-praktek kepemimpinan disekitar kita.Baik
didalam organisasi dimana kita menjadi bagian didalamnya, di dalam pemerintahan suatu negara,
bahkan dilingkungan masyarakat dimana kita tinggal, praktek-praktek kepemimpinan selalu menjadi bagian
dari sebuah metode dimana pencapaian sebuah tujuan dapat diraih didalamnya. Permasalahannya adalah bagaimana
seorang pemimpin mampu memberikan dampak atau pengaruh bagi kepemimpinannya. Melalui pengaruh-pengaruh itu akan
dapat dilihat kualitas serta keberhasilan yang di capai dalam kepemimpinan
tersebut.
Sejak
awal, Yosua telah berusaha melakukan hal yang benar. Ia telah berusaha memimpin bangsa Israel
ke arah yang harus mereka tuju. Generasi pertama telah melewatkan peluang dan
kesempatan mereka untuk taat kepada Allah sehingga tidak berhasil. Yosua bukan
saja benar, akan tetapi ia berusaha meneladani kehidupan yang benar. Sehingga
generasi berikutnya tidak melakukan kegagalan seperti yang pernah dilakukan
oleh generasi pertama. Apa
yang telah dicapai oleh Yosua, merupakan hasil dari sikap Yosua yang benar. Ia
berusaha memiliki hidup menurut pola hidup Musa. Yosua telah terbentuk dari
sejak awal dimana Musa memilih dia sebagai seorang yang berkualitas.
A.
KARAKTER
Yosua
merupakan contoh seorang pemimpin yang memiliki karakter hidup yang baik. Ia membangun dirinya atas dasar
sikap yang benar. Ia memiliki ketergantungan kepada Allah. Alkitab menerangkan
ketika Musa kembali keperkemahan setelah bersaat teduh kepada Alllah, “Yosua
bin Nun, seorang yang masih muda, tidaklah meninggalkan kemah itu” (Kel.
33:11). Ia tidak bergantung kepada pembimbingnya, tetapi ia bergantung kepada
Allah. Ia mengembangkan ketergantungannya terhadap Allah.
Faktor
utama lainnya mengapa pengaruh Yosua bertumbuh sedemikian besar adalah dampak
Musa terhadap kehidupannya. Ia
digambarkan sebagai seorang abdi Musa (Bil. 11: 28). Kemanapun Musa pergi,
Yosua mengikutinya, entah ke gunung Sinai atau menjumpai Allah di kemah Tabernakel.
Sampai pada suatu saat ketika Musa sudah lanjut usia, dan mendelegasikan tugas
kepemimpinannya kapada Yosua, ia memiliki sikap yang benar. Itulah sebabnya setelah
Musa meninggal, tidak seorangpun mempertanyakan kepemimpinan Yosua. Artinya, bahwa kepemimpinannya
dilandasi atas dasar karakter hidupnya yang baik. John Maxwell mengutip
pernyataan Tozer yang berbunyi: “Allah mencari orang-orang melalui siapa ia dapat
melakukan yang mustahil–alangkah malangnya bahwa kita hanya berencana melakukan
hal-hal yang dapat kita lakukan sendiri.”[13]
Karakter
berkembang dengan sendirinya melalui gaya hidup seseorang. Ketika seseorang
memilih untuk bersikap lebih lembut, maka gaya hidup seperti demikianlah yang
akan mendominasi kehidupannya, dan hal itu akan berubah menjadi sebuah karakter bagi orang
tersebut.
Seorang
pemimpin seperti Musa dapat menularkan karakter hidupnya kepada Yosua. Demikian juga dengan kepemimpinan Kristus,
keteladanan hidup-Nya mampu menembus batas waktu dan zaman yang berbeda. Karakter seperti inilah yang mampu
memberikan pengaruh dan dampak bagi para pemimpin-pemimpin baru.
B. INTELIGENSI DAN WAWASAN
Kepemimpinan
membutuhkan banyak pengetahuan dan latihan
kedisiplinan.[14] Karakter yang seharusnya dimiliki
oleh seorang pemimpin adalah adanya sifat yang berhubungan dengan intelegensia
termasuk pengetahuan, ketegasan, dan kelancaran berbicara.[15]Pengetahuan
dan kompetensi yang dibutuhkan untuk suatu pekerjaan tertentu merupakan suatu
faktor penting dalam keefektifan seorang pemimpin.Wawasan yang luas juga
menjadi faktor pendukung yang menonjol bagi seorang pemimpin. Kata wawasan
(pandangan) diterjemahkan dari kata Ibrani yang arti dan pengertian sebenarnya
adalah “menjadi hati-hati, bijaksana,” yaitu menjadi berhikmat dan bijaksana serta memiliki
pengaruh kedepan.[16]
Itu
berkaitan erat dengan kebijaksanaan dalam pengelolaan kehidupan sehari-hari. Seorang pemimpin harus mampu melihat
gambaran yang benar untuk menangani pembangunan ataupun tanggung jawab apapun
pada hari esok, dapat mengetengahkan gambaran secara jelas mengenai suatu
perencanaan. Tidak seorang pun
secara mendadak menjadi seorang yang berhikmat dan memiliki wawasan yang luas. Diperlukan atau dibutuhkan waktu
yang cukup lama untuk memperolehnya. Lagi pula dengan cara demikian saja
tidaklah menjadi jaminan bagi seseorang secara serta merta memperoleh
kebijaksanaan dan wawasan yang luas tersebut. Perlu sebuah proses yang disebut
dengan belajar. Untuk dapat belajar dengan baik seseorang harus memiliki konsep
berpikir yang baik. Sebab jika seseorang tidak menyadari kegunaan yang
dipelajarinya, akan menjadi sia-sialah pembelajarannya itu. Untuk apalah
seseorang belajar jikalau ia tidak menyadari kegunaannya dari belajar itu.
KEPEMIMPINAN
YANG MELAKUKAN PEMBERDAYAAN
Tugas
seorang pemimpin rohani tidak hanya mewariskan pengetahuannya, melainkan
mewariskan seluruh kehidupannya, kepribadiannya, dan keteladannya. Itulah
sebabnya Rasul Paulus dalam Filipi 4:9 berkata: “dan apa yang telah kamu
pelajari dan telah kamu terima dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang
telah kamu lihat kepadaku, lakukanlah itu.” Hal ini benar menunjukkan betapa dalamnya, betapa tingginya kualitas kepribadian seorang
pemimpin.
HUKUM PEMBERDAYAAN
Dalam
bukunya yang berjudul The 21 Most Powerful Minutes in a
Leader’s Day
mengatakan bahwa: “Kegembiraan seorang pemimpin adalah
ketika ia melihat orang lain sukses. Akan tetapi ada yang lebih baik dari itu,
yakni turut ambil bagian dalam sukses orang lain."[17]
Hal
ini berbicara mengenai bagai mana seorang pemimpin melakukan sesuatu yang mengandung
makna bahwa pemimpin tidak hanya berkata-kata saja, tetapi turut campur dan berkarya bersama orang
yang dipimpinnya. Ia
turut memberikan konstribusi bagi orang yang dpimpinnya itu. Didalamnya ia
sedang mengerjakan sesuatu yang tidak terlihat sebagai sesuatu yang ditonjolkan.
Olehnya secara tidak langsung akan mengembangkan potensi para pengikutnya,
menunjukkan ketegasan seorang pemimpin untuk memberdayakan orang yang
dipimpinnya.
A. PENGEMBANGAN POTENSI
Hanya
seorang yang diberdayakanlah yang dapat mencapai potensinya.[18]Ada
banyak pemimpin yang beranggapan bahwa yang terpenting adalah kemajuan
organisasi. Yang terpenting
adalah bagaimana sebuah organisasi dapat bertahan ditengah kesukaran yang
melanda situasi dan zaman. Perlu diketahui bahwa semuanya itu tidak akan pernah
terwujud ketika bagian utama yaitu anggota-anggota dari organisasi tersebut
tidak diberdayakan. Tidak ditingkatkan kualitas dan kinerjanya. Dengan kata
lain seorang pemimin yang tidak memberdayakan orang-orang yang dipimpinnya
adalah pemimpin yang menghambat potensi yang sebenarnya dimiliki oleh para
pengikutnya serta mengaburkan tujuan hidup mereka.
John
Maxwell mengatakan bahwa:
“Jika hal ini didiamkan cukup lama, maka orang-orang akan menyerah, atau mereka
akan pindah ke organisasi lain dimana mereka dapat memaksimalkan potensi
mereka.”[19] Yang sangat perlu diketahui oleh
para pemimpin terhadap para bawahannya adalah bahwa ada banyak orang yang tidak
menyadari seberapa besar potensi yang ada di dalam dirinya. Bahkan mungkin juga ada banyak orangyang selama ini bersama-sama
dengan seorang pemimpin, tetapi dirinya tidak tahu bahwa dirinya sedang diajar
untuk mengembangkan potensi yang ada didalam dirinya itu.
Ketika
para murid mulai meragukan Yesus, mereka memiliki sebuah sikap yang salah
terhadap Yesus. Mereka
tidak mampu mengatasi persoalan mereka sendirian tanpa Yesus adabersama mereka.
Bagi banyak orang Kristen, kebanyakan dari mereka percaya kepada Yesus, tetapi
dalam praktek
kehidupan banyak dari mereka juga tidak membiarkan Yesus berkarya didalam
kehidupannya itu. Atau setidaknya memberikan kesempatan bagi Dia untuk
mengambil alih jalan hidupnya.
Masih
teringat secara jelas ketika kita mempelajari Alkitab, ketika Yesus dan para
murid menyeberangi Danau
Galilea, ketika itu
angin besar melanda kapal mereka dan seolah-olah kapal mereka tenggelam karena
ombak dan angin yang besar itu. Kita dapat jumpai dalam sebuah kalimat dimana
dalam situasi seperti itu mereka masih saja sempat membiarkan atau yang lebih
tepat penulis katakan “mereka sejenak melupakan Yesus,” yang sedang tertidur diburitan.
Ini menunjukkan sebuah sikap yang keliru. Mereka berjuang sekuat tenaga, daya, pikiran dan pengalaman
mereka untuk melawan derasnya air dan kencangnya angin yang melanda perahu
mereka (Mat. 8: 23-27;
Mrk. 4:35-41; Luk. 8:22-25).
Demikian
kehidupan rohani setiap orang Kristen ketika persoalan datang banyak orang
sibuk menghadapinya sendirian, ia menganggap bahwa ia bisa, tetapi ketika
masalah semakin memuncak dan bahkan mungkin kematian mengancam kehidupan mereka
barulah sadar bahwa ada Yesus bersama mereka. Yesus menegur merek dengan keras:
“Dimanakah kepercayaanmu” (
Luk. 8: 25) dari pernyataan Yesus ini dapat kita pahami lebih lanjut bahwa
sebenarnya mereka memiliki potensi yang besar didalam sikap percaya mereka.
Akan tetapi mereka sama sekali tidak tahu apa yang mereka harus lakukan.
Pengalaman Petrus sebagai seorang nelayan (Luk. 5:1-11) pun tidaklah cukup
untuk meneduhkan besarnya gelombang air yang sedemikian hebat. Dibutuhkan sesuatu yang lebih dari
sekedar pengalaman dan tenaga manusia untuk bisa mengalahkan badai-badai dalam
kehidupan seseorang.
Peran
seorang pemimpin adalah mengembangkan potensi-potensi dalam diri orang-orang yang dipimpinnya. Ia harus secara intensif menegaskan
keadaan ini dalam dirinya. Sementara Yesus berada di buritan, Ia sedang
memberikan kesempatan kepada para murid-Nya untuk mempraktekkan segala sesuatu
yang pernah Ia ajarkan kepada mereka. Dari sikap yang dialami murid-murid-Nya, jelas
dapat di ketahui bahwa mereka belum memahami maksud Allah dalam diri mereka.
1) Memberdayakan
Orang-Orang yang Dipimpin
Alkitab
mencatat bahwa sepanjang pelayanan yang dikerjakan Yesus dalam menyelesaikan
rencana Bapa bagi keselamatan manusia, Yesus menyusuri banyak situasi. Ia harus pergi ke tepi danau Tiberias
dan menemukan Petrus di sana.
Ia harus bertemu dengan seorang Matius si pemungut cukai, yang menurut
kebiasaan orang saat itu kurang begitu di terima oleh beberapa kalangan. Yesus
juga harus bertemu dengan orang-orang Zelot seperti Simon, harus berhadapan
dengan Filipus seorang yang cukup kritis dan dan juga seorang yang meragukan
Yesus sebagai Mesias karena Ia berasal dari Nazaret dan lain sebagainya. Sampai
Ia harus disalib dan ditinggalkan orang-orang terdekatnya.
Dalam
keadaan seperti ini Yesus tidaklah mempedulikan latar belakang mereka,
pendidikan dan kehidupan sosial mereka. Yesus berfokus pada potensi dan menurut saya Yesus tahu
dengan benar bahwa orang-orang semacam mereka (para murid) memiliki kualitas
hanya saja mereka belum memahami secara jelas. Sokrates pernah mengatakan bahwa
orang yang tidak mengetahui bahwa dirinya tidak tahu apa-apa adalah orang
bodoh, jauhilah dia. Tetapi orang yang mengetahui bahwa dirinya tidak
mengetahui apa-apa adalah orang yang bijaksana, ikutilah dia. Dengan kata lain
harus ada stimulus yang merangsang mereka sehingga mereka tahu dengan pasti
potensi diri mereka. Yesus melakukan itu bagi mereka.Keteladanan dari seorang
Paulus sebagai seorang
pemimpin yang memiliki pola berpikir yang cukup cakap dalam memimpin orang-orang yang selama ini
menjadi tanggungjawab untuk dibina lebih baik. Paulus katakan bahwa: “Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga
menjadi pengikut Kristus.”Dari
peryataan ini terlihat jelas bahwa Paulus adalah contoh sejati pemimpin yang
menyerupai Kristus.[20]
Hasil
dari pemberdayaan yang Yesus lakukan tampak nyata ketika para murid mendapat
peneguhan Roh Kudus dan
mereka melakuan segala sesuatu yang telah di ajarkan Yesus kepada mereka. Tidak berhenti hanya di situ saja,
tetapi kemudian terus bergulir hingga sampai hari ini. Keteladanan Yesus telah
membangkitkan regenerasi pemimpin yang menghasilkan pemimpin-pemimpin Kristen baru
yang lainnya.
2) Ketegasan
Seorang Pemimpin yang Memberdayakan.
Tidak
seorang pemimpin pun yang bisa melakukan segalanya sendirian untuk
mempertahankan visi dan misi dalam
organisasinya. Ia sudah pasti
selalu membutuhkan anggota yang kompeten untuk meraih sukses. Sudah seharusnya
kebesaran seorang pemimpin diukur dari berapa banyak pemimpin yang
dihasilkannya, bukan sekadar berapa banyak pengikut yang dihasilkannya.
Jika
kita akan menjadi pemimpin yang efektif maka kita harus memahami arti
sebenarnya dari kerendahan hati. Alkitab mencatat bahwa Yesus, Allah yang
menjelma menjadi manusia mengatakan kalimat ini; “Pikullah kuk yang Kupasang
dan belajarlah kepada-Ku karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu
akan mendapat ketenangan (Mat.11:29).
Dalam
bukunya, John C. Maxwell mengutip perkataan Andew Carnegie: “Akan menandai
sebuah langkah yang besar dalam perkembangan anda ketika anda menyadari bahwa orang lain dapat
membantu Anda melakukan perkerjaan yang lebih baik daripada yang dapat anda
lakukan sendirian.”[21]
Untuk melakukan sesuatu yang benar-benar besar, lepaskan ego anda, dan bersiaplah menjadi bagian
sebuah tim.[22]
Kita
sering melihat diantara kalangan orang Kristen kita mengeluh tentang kekurangan
seorang pemimpin tetapi kita enggan memberikan teladan dan kemudian melatih
orang-orang untuk melakukan hal yang kita lakukan. Alasan utama adalah karena kita
kurang mengerti arti sebenarnya dari teladan kerendahan hati dan teladan supaya
orang lain mengikutinya. Jika kita ingin memiliki kepemimpinan yang kuat, maka
sudah seharusnya setiap pemimpin memberdayakan orang-orang yang dipimpinnya.
Jangan
pernah takut melihat potensi dan mengembangkan potensi orang-orang yang kita
pimpin, sekalipun orang yang kita pimpin memiliki potensi yang lebih besar
daripada yang kita miliki. Justru dengan mengembangkannya maka kita akan
menghasilkan banyak pemimpin sehingga misi yang ada bisa segera terpenuhi. John
Maxwell adalah seorang seorang yang cukup handal dalam hal mengembangkan
kepemimpinan.John Maxwell memiliki filosofi menciptakan 1000 pemimpin.
StewartDinnen
juga menjelaskan bahwa kritik itu
sehat. Kritik adalah suatu
katub pengaman bagi
persekutuan dan membantu memastikan jalurnya bersih diantara kita. Jadi jangan sampai menutup katup
kritik ini. Seharusnya kritik
dapat dijadikan alat evaluasi guna mendapatkan nilai usaha dan kinerja yang
baik.[23]
Seringkali
yang menjadi masalah adalah seorang pemimpin takut akan kemungkinan akan apa
yang diucapkan dan dipikirkan oleh orang lain. Artinya kita lebih memilih untuk
takut dikecam oleh orang lain sehingga kita melalaikan Allah. Sama artinya kita
lebih memilih menyenangkan hati manusia daripada Allah, hal ini akan berakibat
bahwa kita tidak akan pernah menjadi seorang pemimpin yang berhasil.
Seorang
pemimpin yang baik sebaiknya tidak takut untuk berbuat salah. Sebab hal ini
berakibat kita akan “memendam” diri dan tidak belajar menjadi seorang teladan.
Konsep yang kita pelajari dalam Perjanjian Lama bahwa semakin besar sebuah
besar, maka akan semakin banyak jarahan yang akan didapat. Satu hal yang harus
kita pahami bahwa “perintang besar menghasilkan pemimpin yang kuat”
Beberapa
hal penting yang perlu juga diperhatikan guna mengembangkan sikap seorang
pemimpin yang memberdayakan adalah mempedulikan nasib orang lain. Harus ada
sebuah keyakinan yang kuat guna mempertahankan segala sesuatu yang telah dibangun bagi
orang-orang yang dipimpinnya. Myron Rus mengatakan: “Keyakinan yang kuat sangat
dibutuhkan untuk mendorong seseorang dalam melakukan tindakan.”[24]
Sebagai
seorang pemimpin yang melayani, Tuhan memberikan karakteristik-Nya dalam
melayani orang lain atau orang yang kita pimpin, yang tertuang di Lukas 22:27:
"Sebab siapakah yang lebih besar: yang duduk makan, atau yang melayani?
Bukankah dia yang duduk makan? Tetapi
Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan."Dari ayat tersebut kita
dapatkan beberapa prinsip bagaimana seseorang pemimpin yang melayani dapat
memberdayakan orang yang dipimpin.
Pertama,
kita haruslah menghargai orang yang kita pimpin. Dikatakan bahwa orang yang
duduk makan "lebih besar" daripada yang melayani. Sering kali pemimpin tidak bisa
memberdayakan karena dia merasa bahwa posisinya lebih tinggi sehingga lebih
menuntut untuk dihargai daripada menghargai. Syarat pertama untuk pemimpin dapat
memberdayakan orang di bawahnya adalah menghargainya: menghargai potensi orang
yang dipimpin, menghargai bahwa dia adalah calon pemimpin masa depan,
menghargai bahwa dia adalah orang yang dipercayakan Tuhan untuk kita pimpin
untuk memaksimalkan potensinya.
Kedua,
tentunya sikap melayani seperti yang dilakukan oleh Tuhan Yesus sendiri. Untuk
memberdayakan orang lain, maka kita harus berfokus untuk melayani orang
tersebut.Kita melayaninya dengan cara mengenalnya setiap potensi yang dia
miliki sebaik mungkin, kemudian berikan dia mimpi, dorongan, dan kesempatan
untuk maju dan berkembang. Layani sampai dia mencapai potensinya yang maksimal,
hingga dia mengalami kepuasan karena pelayanan yang kita berikan.
Memutuskan
bahwa orang-orang yang berada dalam tim itu layak untuk diperlengkapi dan
dikembangkan terkait mengenai potensi yang dimiliki oleh mereka. Hal ini berkaitan dengan bagaimana
seorang pemipin mampu memberikan motivasi orang-orang yang dipimpinnya itu
dalam meraih sebuah tujuan.Sebuah impian, visi yang jelas dari diri seorang
pemimpin. Dengan demikian para pengikutnya akan menyadari serta mengerti bahwa
yang disampaikannya itu memang memiliki nilai yang tinggi, sehingga mereka
memiliki nilai etos kerja yang tinggi kepada pemimpin dan kepada organisasi.
B. RENCANA DAN STRATEGI
Dalam
setiap keadaan sukar selalu memiliki potensi untuk menghancurkan segala sesuatu
yang telah dibangun. John
Maxwell mengutip perkataan Winston Churchill, seorang mantan Perdana Mentri
Inggris, beliau mengatakan, “pada setiap orang ada sebuah momen istimewa di dalam hidup mereka ketika mereka
secara kiasan ditepuk pada bahu dan ditawari peluang untuk mengerjakan sesuatu
yang sangat istimewa, unik bagi mereka dan cocok dengan bakat mereka.Sangat
disayangkan jika kita berkata tidak siap dan tidak memenuhi akan hal itu, yang
sebenarnya dapat menjadi saat terbaik bagi kita.”[25]
Perlu diketahui bahwa kita dapat menghancurkan apa yang telah kita bangun
dengan sikap kita yang tidak peduli dengan kesempatan terbaik yang ada
disekitar kita. Caranya adalah dengan melakukan hal-hal sederhana yang saat ini
ada dihadapan kita, setelah itu barulah kita akan siap menghadapi
kesukaran-kesukaran dan bahkan kesempatan atau peluang yang lebih besar.
Penulis
membenarkan ungkapan John Maxwell yang mengatakan: “Gagal untuk merencanakan
adalah sebuah rencana untuk gagal.”[26] Kunci dari rencana yang besar adalah
fokus. Allah telah
menunjukkan seorang pribadi dalam Alkitab yang cukup cakap dalam menangkap pola
pikir dan rencana-Nya.
“Berikan
sekarang kepadaku hikmat dan pengertian, supaya aku dapat keluar dan masuk
sebagai pemimpin bansa ini. Sebab,
siapakah yang dapat menghakimi umat-Mu yang besar ini? (2 Taw. 1:10).
Salomo
tidak meminta kekayaan atau ketenaran untuk dirinya sendiri, tetapi lebih memilih
hikmat agar dia dapat memimpin umat Allah.Salomo adalah salah seorang yang
mendemonstrasikan kunci dari kepemimpinan. Ia mengetahui arah dan tujuan kepemimpinannya sebelum ia
meminta kepada orang lain untuk mengikuti rencana dan tujuannya. Tuhan memberikan
sebuah misi yang memerlukan rencana dari orang yang memimpinnya.
Apa
yang dikerjakan Salomo dalam pembangunan Bait Allah adalah bagian dari sebuah
perencanaan yang telah di atur oleh seorang pribadi yang bernama Daud, ayah
Salomo sendiri. Rencana jangka panjang dari Daud adalah pembangunan Bait Allah
(II Sam. 7). Ketika penulis mempelajari Alkitab, penulis menemukan sebuah fakta
bahwa apa yang direncanakan Daud merupakan sebuah tindakan yang telah ia
persiapkan sedemikian rupa sehingga pada waktunya Bait Allah dapat berdiri
tepat seperti apa yang direncanakannya. Padahal jika kita pelajari lebih jauh,
Allah tidak mengijinkan
Bait Allah didirikan melalui tangan Daud. Untuk bagian yang satu ini dikatakan, Allah menegaskan bahwa
Daud tidak layak untuk melakukannya. (1 Raj.
5:2-3). Namun demikian bukan berarti Daud melepaskan tanggung jawab itu kepada
Salomo tanpa sesuatu yang berarti. Jauh-jauh hari Daud telah mempersiapkan
segala kebutuhan, baik material dan tenaga kerja, tetapi juga gaya hidup dan
karakternya merupakan salah satu kunci keberhasilan Daud membangun Bait Allah.
Perlu diketahui juga bahwa ketika Bait Allah itu selesai
dibangun oleh Salomo kurang lebih memakan waktu tujuh tahun lamanya, Daud tidak
bersama-sama Salomo untuk menyaksikan megahnya bangunan itu, sebab Daud telah
mati di awal masa pemerintahan Salomo.
Mungkin
ada banyak orang yang berkata bahwa pekerjaan Daud dan rencana-rencananya
adalah sia-sia bagi dirinya. Penulis
katakan tidak. Sebab sebelum Salomo meletakkan batu pertama pembangunan Bait
Allah, bahkan sebelum Daud mempersiapkan
perencanaan-perencanaan yang matang dan terperinci mengenai pembangunan Bait
Allah itu, Daud telah melihat bangunan Bait Allah yang megah itu dalam
pikirannya. Daud telah melihatnya ketika ia berada dibawah kaki Allah, ketika
Allah menyentuh bagian terdalam dari hidup Daud, itu adalah persekutuan antara
Daud dengan Allah berlangsung. Allah menaruh visi dalam diri Daud untuk
dikerjakan, dan Allah telah memberikan gambaran, blue print dari Bait Allah dalam pikiran Daud. Sesuatu yang sangat hebat. Sebuah maha karya yang tidak pernah
terbayangkan jika hanya dikerjakan oleh pikiran manusia.
Apa
yang dilakukan Daud ini merupakan sebuah contoh dari berbagai peristiwa yang tercatat
dalam Alkitab yang menggambarkan bahwa pentingnya seorang pemimpin memiliki
rencana dan strategi yang matang dalam menentukan sebuah tujuan.
Ada
banyak peristiwa-peristiwa lain yang Yesus gambarkan berkaitan dengan kegagalan
dari sebuah tujuan karena kurangnya kesadaran bahwa perencanaan dan strategi
merupakan bagian penting dalam pencapaian sebuah tujuan. Ia menerangkan betapa bodohnya untuk
mengabaikan sebuah rencana, diantaranya: orang bodoh dan orang pandai yang
membangun (Mat. 7:24-25). Orang
yang membangun rumah menghitung pengeluarannya (Luk. 14:28-30). Seorang raja merencanakan peperangan
(Luk. 14:31-32).Seorang pegawai yang tidak setia (Luk. 16:1-8).
Demikian
dalam konseptualisasi pentingnya perencanaan dan strategi dalam kepemimpinan
yang melakukan pemberdayaan. Penulis
mengangkat bagian ini sebagai sebuah landasan yang mendasar dalam kepemimpinan
yang melakukan pemberdayaan dengan alasan bahwa ada banyak pemimpin rohani yang
mengabaikan adanya perencanaan yang matang dalam membangun sebuah pola
kepemimpinan. Banyak orang beranggapan bahwa sejalan dengan waktu akan muncul jalan
keluar dari permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi.
Yakob
Tomatala menambahkan sesuatu mengenai sebuah straregi dalam kepemimpinan, ia
mengatakan bahwa: “Anda dapat menjadi pemimpin yang baik apabila anda
mengerjakannya, yang dimulai dari diri sendiri.”[27] Mungkin kesalahan terbesar yang
dilakukan orang ketika menentukan sebuah tujuan adalah mengkomitmenkan diri
pada sebuah kegiatan yang sulit dilakukan didalam hidup dan gaya kerja yang ada
sekarang. Rencana dan tindakan harus seirama dengan gaya hidup seorang
pemimpin. Rencana pembelajaran yang mengandung langkah-langkah yang nyata dan
praktis akan menghasilkan perbaikan yang sangat kuat.
PENUTUP
Akan menjadi sebuah tanggung jawab yang baru ketika
seseorang memiliki sebuah keputusan bagi dirinya untuk menjadi seorang
pemimpin. Sebab bagaimanapun juga, seorang
pemimpin bertanggung jawab atas orang-orang yang dipimpinnya. Bukan sekedar
memimpin, tetapi kapasitas kepemimpinannya harus melewati batas dan dimensi
yang berbeda dari kepamimpinan orang lain.
Seorang pemimpin tahu dengan benar tujuannya memimpin. Bukan sekedar mengerjakan tanggung
jawab yang menyelesaikan administrasi dan membagikan hasil dari sebuah usaha
yang dikembangkan dan di kelolanya. Akan tetapi keberhasilan seorang pemimpin
dapat dinilai dari seberapa banyak orang-orang yang dipimpinnya itu mengalami
perubahan gaya hidup yang berbeda dari sebelumnya.
Kepemimpinan seorang Kristen tentunya lebih daripada itu. Perlu diketahui dengan pasti bahwa
Yesus telah mengajarkan teladan kepemimpinan yang sangat sederhana namun
memiliki dampak yang hebat, lebih dari sekedar pemimpin-pemimpin dunia. Ada banyak pemimpin-pemimpin di
dunia ini. Sejak zaman purbakala, tercatat ada
begitu banyak pemimpin yang telah berkuasa, dan memberikan teladan-teladan
kepemimpinan. Akan
tetapi hanya cukup bertahan pada dua atau sampai empat generasi saja. Tetapi
Yesus telah memberikan konstribusi keteladanan kepemmpinan yang berbeda, Ia
mampu melakukan itu berdasarkan landasan karakter hidupnya sebagai sesuatu yang
berbicara mendahului setiap ajaran-ajaran yang diucapkan-Nya. Sejarah mencatat
bahwa semuanya itu telah diterima dan telah di praktekkan menjadi gaya hidup
para martir, bapa-bapa gereja, dan orang Kristen diseluruh dunia yang menyadari
bahwa Kepemimpinan Yesus telah memberdayakan kehidupannya dan telah mengubah
konsep berpikir serta kehidupannya.
Kepemimpinan yang telah diterapkan telah mengubah kehidupan
banyak orang. Inilah
yang disebut kepemimpinan yang melakukan pemberdayaan. Yesus menjadi penggerak utama dari
sistem kepemimpinan yang memberi pengaruh terhadap dunia.
Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana dengan konsep
kepemimpinan yang kita miliki? Apakah
telah memberikan pengaruh yang cukup kuat untuk menjungkir-balikkan dunia? Atau kita mulai
menyadari bahwa apa yang telah ita kerjakan sebagai seorang pemimpin belum
memberikan sebuah efek yang berarti bagi keadaan dan bahkan bagi orang orang
yang kita pimpin. Itu berarti kita harus lebih banyak belajar mengembangkan
potensi diri kita sehingga ada sesuatu yang telah berubah ketika konsep-konsep
kepemimpinan itu dimunculkan. Alkitab
merupakan bagian yang tidak boleh dilepaskan ketika kita memilih untuk menjadi
seorang pemimpin. Sebab ketika kita mulai berfikir bahwa prinsip kepemimpinan dapat
di temukan dan dimulai dari luar Alkitab, maka dapat dipastikan bahwa hal itu
tidak akan bertahan lama.
[4]Charles R. Swindoll, Kepemimpinan Kristen Yang berhasil, 42
[5]Poctavianus, Manajemen dan Kepemimpinan, 64.
[6]Joyce Meyer, Pemimpin Yang Sedang Dibentuk, Cet-5 (Jakarta: Immanuel, 2007), 128.
[8]Poctavianus, Manajemen Dan Kepemimpinan, 75.
[13]John C. Maxwell, The 21 Most Powerful Minutes in a Leader’s
Day (Batam Centre: Interaksara), 44.
[14]Russell C. Swansburg dan Laurel C. Swanburg, Pembangunan Staf Keperawatan (Jakarta: Gramedia), 316.
[21]John C.Maxwell. Memperlengkapi Orang Lain untuk Sukses Anda (Jakarta: Light Publishing,
2009),8.
[25]John C. Maxwell, Leadership Gold (Jakarta: Immanuel,
2009), 167.
[27]Yakob Tomatala, Pemimpin yang Handal (Jakarta:
Institut Filsafat Teologi dan Kepemimpinan Jaffray), 31.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar