Selasa, 25 Juni 2013

Kepemimpinan yang Memberdayakan - suatu kajian sederhana

KEPEMIMPINAN YANG MELAKUKAN PEMBERDAYAAN

YOHANES KEREN

PENDAHULUAN
Banyak hal yang perlu dipelajari, bukan hanya sekedar teori dan ajaran-ajaran yang memberikan konstribusi untuk menambah pengetahuan dan intelektual saja. Dan semuanya itu memang perlu dipikirkan, akan tetapi perlu disadari juga bahwa hidup kita tidak terlepas dari adanya konsep kepemimpinan. John Maxwell memiliki sebuah pandangan bahwa kepemimpinan adalah manajemen diri dangaya hidup. Jadi, sadar atau tidak sebenarnya setiap orang memiliki potensi untuk memimpin. Pada level yang sederhana setiap orang memiliki hak untuk memimpin dirinya sendiri. Pada level selanjutnya seorang dapat memipin sebuah komunitas dan bahkan sekelompok organisasi yang terstruktur dan terencana.
Dalam bagian ini penulis mendeskripsikan suatu keadaan yang lebih mengacu kepada Kepemimpinan yang Melakukan Pemberdayaan. Sebagaimana Allah memiliki kerinduan yang besar bagi dunia ini yaitu agar semua orang dapat memperoleh keselamatan di dalam dan melalui AnakNya yaitu Yesus Kristus.Oleh sebab itu, gereja harus memiliki sebuah tingkat pemahaman yang lebih terhadap pentingnya peran gereja didalam dunia ini.Allah telah memberikan otoritas kepada Gereja-Nya untuk mengembangkan Kerajaan Allah di bumi ini.
Beberapa saat sebelum kenaikan-Nya ke sorga, Tuhan Yesus Kristus memberikan perintah terakhir ini, “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di bumi dan di sorga. Karenaitu, pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat. 28:18-20).
Ini merupakan suatu perintah yang harus dikerjakan oleh gereja atau orang-orang percaya. Akan tetapi, ada banyak orang Kristen yang tidak memahami dengan benar perintah ini. Ada banyak orang Kristen merasa bahwa menggenapkan Amanat Agung hanyalah pekerjaan hamba-hamba Tuhan yang telah Tuhan pilih dan percayakan. Ada banyak orang percaya yang tidak mengetahui secara jelas tujuan hidupnya sebagai orang Kristen. Setiap hari melakukan segala aktivitas dan kegiatan-kegiatan rutin hingga terkadang tidak menyadari tujuan Allah terhadap dirinya, sehingga tidak sedikit dari mereka mengalami kekosongan dan menjalani kehidupannya tanpa sebuah tujuan yang jelas. Itulah sebabnya, pentingnya pemimpin-pemimpin rohani memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar untuk membawa mereka kepada sebuah konsep berpikir dan gaya hidup yang benar bagi orang-orang percaya, terlebih bagi orang yang tidak pernah mengetahui hidup Kekristenan.
Banyak orang bangun dari tempat tidur setiap pagi dan bertanya apa yang dapat mereka lakukan untuk menunjukkan dan mengatakan kepada orang-orang tentang Yesus, untuk membuat orang-orang tersebut menjadi murid-murid Tuhan yang sejati dan mereka sendiri bertingkah laku seperti murid-murid Tuhan yang sejati juga. Karena itu, sangat perlu diadakan sebuah pemberdayaan bagi gaya hidup dan pola pikir mereka. Dengan demikian setiap orang yang telah diperlengkapi dapat memaksimalkan hidupnya dan hidup sejalan dengan firman Tuhan, serta dapat memberdayakan orang lain disekitarnya.

DEFINISI KEPEMIMPINAN
Berikut ini akan dijelaskan beberapa hal mendasar yang berkaitan dengan kepemimpinan, secara khusus kepada kepemimpinan Kristen. Pemahaman yang benar akan kepemimpinan, memberikan kontribusi yang mendalam mengenai kepemimpinan yang sejati.


A.     KEPEMIMPINAN SECARA UMUM
Pemimpin ialah seorang yang mengetahui tujuannya dengan jelas (dan mempunyai keyakinan pribadi tentang tujuan itu), serta mampu mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan orang-orang lain untuk mencapai tujuan tersebut secara efektif.[1] George Barna dalam bukunya Leaders on Leadership mengutip penjelasanWarren Bennis dan Burt Nanus bahwa, “Kepemimpinan adalah melakukan segala sesuatu dengan benar.” Sedangkan J. Oswald Sanders berpendapat bahwa, “Kepemimpinan adalah pengaruh.”Garry Wills mengatakan, kepemimpinan adalah mengarahkan orang lain menuju tujuan yang diperjuangkan bersama oleh pemimpin dan pengikut-pengikutnya.”[2] Stogdill mendefinisikan kepemimpinan sebagai “proses mempengaruhi aktivitas suatu kelompok yang terorganisasi dalam usahanya untuk mencapai penetapan tujuan dan pencapaian tujuan.[3]


B.     KEPEMIMPINAN SECARA ALKITABIAH
Dalam bukunya yang berjudul “Kepemimpinan Kristen yang Berhasil,” Charles R. Swindoll mengemukakan bahwa: “Kepemimpinan yang sejati ditandai dengan adanya kerajinan dan ketekunan ditengah-tengah tugas yang di percayakan kepadanya.”[4]
Poctafianus mengatakan bahwa:  “Pemimpin Kristen yang baik adalah pemimpin yang dapat memperkaya kepribadian orang yang dipimpinnya.”[5] Tuhan telah menyediakan bagi kita pemimpin-pemimpin tahun demi tahun untuk berusaha membimbing umat-Nya maju secara rohani. Joyce Meyer mengatakan dalam bukunya yang berjudul Pemimpin yang Sedang Dibentuk bahwa: “Kunci kebahagiaan dan kepuasan bukan dengan mengubah situasi dan kondisi kita, tetapi dengan mempercayakan Allah untuk mengerjakan rencana-Nya yang baik dalam hidup kita sampai kita melihat hasilnya.”[6]

C.     CIRI KEPEMIMPINAN ROHANI
Kepemimpinan secara rohani adalah kepemimpinan yang bertumbuh dalam urapan Roh Kudus (menangani kehidupan orang Kristen secara rohani). Pada dasarnya kita dilahirkan untuk menjadi seorang pemimpin, baik memimpin orang-orang yang Allah percayakan untuk dipimpin,juga menjadi seorang yang cakap memimpin diri sendiri.
Gambaran utama mengenai manusia dalam Alkitab menyangkut kepemimpinan.Allah merencanakan kita untuk memimpin, untuk memiliki otoritas dan untuk berkuasa. “Berfirmanlah Allah: Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas burung-burung diudara dan atas ternak, dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap dibumi. (Kej.1:26).
Dalam nats ini ada tiga hal utama yang harus di ketahui bahwa kita dilahirkan untuk menjadi seorang pemimpin. Pertama, diciptakan menurut rupa Allah berarti diciptakan untuk memimpin. Kedua, Allah memberikan kepada manusia otoritas atas seluruh bumi. Untuk memperoleh otoritas ini seorang pemimpin harus memiliki sikap tunduk dibawah otoritas Allah, barulah otoritas kepemimpinan itu diberikan kepadanya. Ketiga, Tuhan memberikan perintah untuk menguasai, kita harus memiliki kesanggupan untuk hal itu. Allah tidak pernah memerintahkan seseorang untuk melakukan sesuatu tanpa memberikan kesanggupan kepadanya untuk melakukannya.Berdasarkan karunia dan kepribadian, seseorang memiliki kesanggupan untuk memimpin di suatu bagian tertentu.

1)      Panggilan
Ketika mempelajari Alkitab secara teliti, kita akan melihat bahwa kepemimpinan memang benar-benar merupakan gagasan Allah. Allah bukan hanya sekedar pemimpin yang inti atau yang utama, tetapi Allah memanggil kita untuk memimpin. Panggilan adalah hal yang sangat penting bagi seorang pemimpin yang dipercayakan Allah. Dalam hal ini pemimpin tidak memilih dirinya sendiri untuk menjadi seorang pemimpin yang dipercayakan Allah, tetapi Allah sendiri yang memilihnya. Joyce Meyer mengatakan bahwa: “Apapun yang menjadi panggilan anda, lakukan yang terbaik. Lakukanlah secara optimal.”[7]

2)      Integritas
Integritas adalah ciri khas orang yang dipanggil Allah untuk menjadi perpanjangan tangan Allah. Dalam terjemahan bahasa Indonesia, kata Integrity dalam Alkitab diterjemahkan sebagai Kejujuran. Artinya, menjaga diri dan waspada dari segala kebohongan dan kemunafikan. Dalam hal ini, seorang pemimpin harus menjaga dirinya sendiri dalam arti seorang pemimpin tidak mata duitan; hidup dalam pengorbanan (Kis. 20:33). Ia seorang yang selalu giat dan tekun dalam melaksanakan pelayanannya (Kis. 20:26). Kita tidak dapat mengukur kerohanian orang lain, tetapi dapat mengukur kerohanian dirinya sendiri. Poctafianus dalam bukunya Manajemen dan Kepemimpinan Menurut Wahyu Allah mengatakan: “Seorang pemimpin rohani harus menyadari keadaan rohaninya sendiri.”[8]
Dengan demikian kita dapat menolong orang lain dan dapat berbicara kepada orang lain dengan tidak berlebihan dan tidak merendahkan diri. Yang dimaksudkan adalah adanya kehidupan yang terbuka dengan orang lain. Terbuka bukan berarti kompromi. Sebab kompromi akan mengakibatkan terjadinya kegagalan dalam mencapai tujuan. Dengan demikian segala sesuatu dalam diri seorang pemimpin rohani diukur dari segi rohaninya sendiri. Ketika seorang pemimpin rohani gagal dalam hal kerohanian, maka akan lebih baik jika ia mengakui kegagalannya itu. “Pengakuan yang jujur menolong orang lain mengerti bahwa seorang pemimpin bukanlah seorang Superman.”[9]
Poctafianus juga menceritakan bagaimana dalam hidupnya sebagai seorang pelayan Tuhan pernah menyadari bahwa dirinya secara tidak langsung telah mencuri kemuliaan Allah. Saat dimana hidup pelayanannya tidak memiliki integritas yang benar dihadapan Allah. Kemudian disuatu malam Allah berbicara didalam dirinya dan menyuruhnya untuk mengakuinya dihadapan orang-orang Jerman dan Perancis pada suatu malam, bahwa ia telah melakukan kesalahan dihadapan Allah. Ia mengatakan bahwa ketika setelah dirinya mengakui kesalahan itu, Allah tidak membuat wibawanya hilang. Justru setelah pengakuannya yang jujur itu ia dapat berkotbah dengan urapan Allah.[10]
Kejujuran adalah satu hal terpenting yang benar-benar harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Akibat dari sikap kejujuran ini adalah adanya sebuah kepercayaan yang ditaruh oleh para pengikutnya sehingga kepemimpinan itu dapat terus berkembang dan menghasilkan generasi kepemimpinan baru yang sehat. Seorang pemimpin rohani dihormati karena wibawanya. Banyak orang Kristen menghormati seorang pemimpin rohaninya karena ia menganggap hal itu adalah penting. Bahkan ada banyak gereja yang sampai hari ini secara tidak langsung, sadar atau tidak disadari telah mengkultuskan seorang pemimpin rohani melebihi Allah mereka sendiri.
Hal ini cukup beralasan, karena hal demikian sudah menjadi hal yang lumrah. Akan tetapi perlu disadari juga bahwa hal ini adalah sebuah fenomena yang sebenarnya tidak alkitabiah. Kepemimpinan seorang manusia tidaklah untuk hal demikian, sebab esensi dari kepemimpinanitu sendiri adalah menjadikan orang-orang yang dipimpinnya menjadi serupa dengan Kristus. Kemungkinan atas dasar pengurapan Allah yang mengalir atas diri seorang pemimpin maka ada banyak orang Kristen mengagungkan seorang pemimpin melebihi esensi dari pengurapan itu sendiri. Sebab pengurapan itu sendiri merupakan akibat dari integritas yang dimiliki seorang pemimpin sehingga membuat wibawa seorang pemimpin muncul kepermukaan.
Integritas sangat memiliki peran yang sangat penting bagi seorang pemimpin. Sebab dengan integritas seorang pemimpin dihormati. Integritas akan membuat seorang pemimpin tetap berada pada posisi yang sebenarnya, segala sesuatu yang dikerjakan oleh seorang pemimpin yang di landasi integritas yang benar akan membuahkan hasil yang optimal. Dalam buku yang di tulisnya, Poctafianus mengatakan bahwa: “Kejujuran rohani menimbulkan kepemimpinan yang berwibawa didalam pengurapan Allah.”[11]
Oleh sebab itu perlu di sadari bahwa integritas seorang pemimpin sangat perlu untuk terus dikembangkan, sehingga kepemimpinan yang sedang dikembangkan itu dapat berjalan dengan maksimal dan membawa tim yang di pimpinnya itu kepada sebuah tujuan yang telah diciptakan didalam program kerja yang telah di tentukan.

3)      Visi
Visi adalah pemicu ketangguhan orang yang dipanggil Allah untuk suatu tugas khusus. Seorang pemimpin yang dipercayakan Allah untuk memimpin harus mempunyai visi yang dari Allah. Tidak hanya memiliki visi saja, tetapi mampu mengkomunikasikan visi tersebut kepada orang lain yang dipimpinnya (Kis. 19:10). Jerry C. Wofford mengutip pernyataan Gulliver’s Travels bahwa: “Visi adalah seni melihat hal-hal yang tak kasat mata.”[12] Suatu visi memproyeksikan suatu kondisi dimasa yang akan datang.
Ketika seorang pemimpin mendapatkan visi dari Allah, ia akan mengkomunikasikannya kepada orang-orang yang dipimpinnya, sehingga dapat dicapai secara bersama-sama. Perlu diingat, bahwa visi yang disampaikan seringkali mendapat tanggapan yang berbeda-beda oleh setiap anggota. Sebagian akan memahaminya dan memegangnya erat-erat secara cepat, sedangkan yang lainnya perlu mendengarnya beberapa kali.

4)      Tanggung Jawab
Sikap yang tidak kalah pentingnya dalam kepemimpinan yang memberdayakan orang yang di pimpinya adalah pemimpin yang bertanggung jawab. Sikap tanggung jawab diungkapkan melalui bagaimana ia dapat dengan tepat melakukan apa yang di katakannya. Baik itu dilakukan melalui tindakan ataupun dengan perkataan yang berkualitas untuk membangun orang yang di pimpinnya.
Penulis mengutip sebuah perumpamaan yang pernah dikemukakan Yesus dihadapan murid-murid-Nya, “Sebab hal Kerajan Sorga sama seperti seorang yang mau berpergian ke luar negeri, yang memanggil hamba – hambaNya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Yang seorang diberinya lima talenta, yang seorang lagi dua, yang seorang lain lagi satu, masing–masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat. (Mat. 25:14–15).
Dalam bagian ini kita semua memiliki talenta dan kemampuan yang berbeda satu sama lain. Kita semua tidak bisa melakukan sesuatu hal yang sama, tetapi kita bisa menjadi apa yang telah menjadi panggilan Allah dalam diri kita masing-masing.
Ketika Allah memberikan pemimpin-pemimpin (orang–orang yang ada bersama Musa, dan para tua–tua Israel) kepada Musa untuk membantu dia dalam tugas – tugas mengatur kaum Israel, ada pemimpin yang ditentukan untuk memimpin ribuan orang. Ada yang ditentukan memimpin ratusan, ada yang lima puluh dan ada yang sepuluh (Kel.18: 21). Mereka melakukan hal in menurut kesanggupannya. Ketika seorang pemimpin Kristen telah dipercayakan bagian bagian demi bagian dalam sebuah program gerejawi, maka hendaknyalah dirinya dapat mempertanggungjawabkan setiap tugas yang telah didelegasikan kepadanya. Kata kunci dalam nats diatas adalah “masing-masing menurut kesanggupannya.” Jadi, seberapa banyak kepercayaan yang Allah taruh dalam diri seseorang, ketika didalam hatinya ia berkata sanggup, maka tidak seharusnya jika dikemudian hari didapati pekerjaanya itu tidak dengan baik diselesaikan.
Ketika kita mempelajari teks dalam perumpamaan yang diutarakan Yesus mengenai talenta, kita dapat menyimpulkan bahwa ada orang yang dalam tangung  jawabnya sebagai seorang Kristen dapat mempergunakan talentanya secar optimal tetapi ada juga orang-orang yang sebenarnya mampu untuk mengembangkan talentanya akan tetapi ia lebih memilih untuk tidak mempergunakannya untuk melayani orang lain sebagai bukti bahwa ia mengasihi Allah. Akan lebih baik jika seorang Kristen mengetahui potensi di dalam dirinya, mengembangkannya dan berguna baik bagi dirinya maupun orang-orang yang ada disekitarnya. Inilah yang menjadi tanggung jawab seorang pemimpin, bahwa ia harus jeli dalam melihat potensi dalam diri setiap orang yang dipimpinnya. Mungkin ada orang yang buruk secara karakter tetapi memiliki potensi yang baik untuk mengembangkan sebuah kegerakan yang baru, seorang pemimpin harus mengambil sebuah tindakan guna memikirkan cara yang terbaik untuk membentuk dan memperbarui karakternya sehingga dapat menyeimbangkan karakter dan talenta-talenta yang dimilikinya.


PRINSIP-PRINSIP KEPEMIMPINAN KRISTEN
Seorang pemimpin seharusnya menjalani kehidupan yang patut di contoh, baik bagi orang Kristen maupun non-Kristen. Seorang pemimpin harus bersih dalam hal moral, menjaga kebenaran menurut standar Allah. Seorang pemimpin harus hidup dengan penuh iman, menunjukkan harapan dan mewujudkan kasih sejati yang alkitabiah dalam setiap hubungan. Seorang pemimpin harus menjalani kehidupan yang tertib, sehingga injil menjadi menarik bagi orang-orang yang belum percaya. Seorang pemimpin harus dapat mengontrol dan menguasai dirinya dalam segala keadaan.

KEPEPIMPINAN KRISTEN YANG BERPENGARUH
Kepemimpinan adalah pengaruh. Setiap pemimpin pasti memiliki dua karakteristik ini: ia sedang menuju suatu tempat dan ia mampu membujuk orang lain untuk pergi bersamanya.  Pengaruh harus diukur untuk menentukan kualitasnya. Apakah pemimpin tersebut memiliki pengikut karena posisinya? Artinya ia menggunakan kekuatan dari jabatan yang di sandangnya, atau ia banyak diikuti karana keberadaannya? Artinya bahwa ia melebihi organisasi itu dan telah mengembangkan orang orang yang mengikutinya itu dengan sekala kelas dunia.
Kualitas dari seorang pemimpin diukur dari kualitas yang dimiliki para pengikutnya. Sebab kualitas seorang pengikut mencerminkan kualitas pemimpinnya pula. Pada dasarnya setiap hari kita dapat menjumpai adanya praktek-praktek kepemimpinan disekitar kita.Baik didalam organisasi dimana kita menjadi bagian didalamnya, di dalam pemerintahan suatu negara, bahkan dilingkungan masyarakat dimana kita tinggal, praktek-praktek kepemimpinan selalu menjadi bagian dari sebuah metode dimana pencapaian sebuah tujuan dapat diraih didalamnya. Permasalahannya adalah bagaimana seorang pemimpin mampu memberikan dampak atau pengaruh bagi kepemimpinannya. Melalui pengaruh-pengaruh itu akan dapat dilihat kualitas serta keberhasilan yang di capai dalam kepemimpinan tersebut.
Sejak awal, Yosua telah berusaha melakukan hal yang benar. Ia telah berusaha memimpin bangsa Israel ke arah yang harus mereka tuju. Generasi pertama telah melewatkan peluang dan kesempatan mereka untuk taat kepada Allah sehingga tidak berhasil. Yosua bukan saja benar, akan tetapi ia berusaha meneladani kehidupan yang benar. Sehingga generasi berikutnya tidak melakukan kegagalan seperti yang pernah dilakukan oleh generasi pertama. Apa yang telah dicapai oleh Yosua, merupakan hasil dari sikap Yosua yang benar. Ia berusaha memiliki hidup menurut pola hidup Musa. Yosua telah terbentuk dari sejak awal dimana Musa memilih dia sebagai seorang yang berkualitas.

A.     KARAKTER
Yosua merupakan contoh seorang pemimpin yang memiliki karakter hidup yang baik. Ia membangun dirinya atas dasar sikap yang benar. Ia memiliki ketergantungan kepada Allah. Alkitab menerangkan ketika Musa kembali keperkemahan setelah bersaat teduh kepada Alllah, “Yosua bin Nun, seorang yang masih muda, tidaklah meninggalkan kemah itu” (Kel. 33:11). Ia tidak bergantung kepada pembimbingnya, tetapi ia bergantung kepada Allah. Ia mengembangkan ketergantungannya terhadap Allah.
Faktor utama lainnya mengapa pengaruh Yosua bertumbuh sedemikian besar adalah dampak Musa terhadap kehidupannya. Ia digambarkan sebagai seorang abdi Musa (Bil. 11: 28). Kemanapun Musa pergi, Yosua mengikutinya, entah ke gunung Sinai atau menjumpai Allah di kemah Tabernakel. Sampai pada suatu saat ketika Musa sudah lanjut usia, dan mendelegasikan tugas kepemimpinannya kapada Yosua, ia memiliki sikap yang benar. Itulah sebabnya setelah Musa meninggal, tidak seorangpun mempertanyakan kepemimpinan Yosua. Artinya, bahwa kepemimpinannya dilandasi atas dasar karakter hidupnya yang baik. John Maxwell mengutip pernyataan Tozer yang berbunyi: “Allah mencari orang-orang melalui siapa ia dapat melakukan yang mustahil–alangkah malangnya bahwa kita hanya berencana melakukan hal-hal yang dapat kita lakukan sendiri.”[13]
Karakter berkembang dengan sendirinya melalui gaya hidup seseorang. Ketika seseorang memilih untuk bersikap lebih lembut, maka gaya hidup seperti demikianlah yang akan mendominasi kehidupannya, dan hal itu akan berubah menjadi sebuah karakter bagi orang tersebut.
Seorang pemimpin seperti Musa dapat menularkan karakter hidupnya kepada Yosua. Demikian juga dengan kepemimpinan Kristus, keteladanan hidup-Nya mampu menembus batas waktu dan zaman yang berbeda. Karakter seperti inilah yang mampu memberikan pengaruh dan dampak bagi para pemimpin-pemimpin baru.


B.     INTELIGENSI DAN WAWASAN
Kepemimpinan membutuhkan banyak pengetahuan dan latihan  kedisiplinan.[14] Karakter yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin adalah adanya sifat yang berhubungan dengan intelegensia termasuk pengetahuan, ketegasan, dan kelancaran berbicara.[15]Pengetahuan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk suatu pekerjaan tertentu merupakan suatu faktor penting dalam keefektifan seorang pemimpin.Wawasan yang luas juga menjadi faktor pendukung yang menonjol bagi seorang pemimpin. Kata wawasan (pandangan) diterjemahkan dari kata Ibrani yang arti dan pengertian sebenarnya adalah “menjadi hati-hati, bijaksana,” yaitu menjadi berhikmat dan bijaksana serta memiliki pengaruh kedepan.[16]
Itu berkaitan erat dengan kebijaksanaan dalam pengelolaan kehidupan sehari-hari. Seorang pemimpin harus mampu melihat gambaran yang benar untuk menangani pembangunan ataupun tanggung jawab apapun pada hari esok, dapat mengetengahkan gambaran secara jelas mengenai suatu perencanaan. Tidak seorang pun secara mendadak menjadi seorang yang berhikmat dan memiliki wawasan yang luas. Diperlukan atau dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk memperolehnya. Lagi pula dengan cara demikian saja tidaklah menjadi jaminan bagi seseorang secara serta merta memperoleh kebijaksanaan dan wawasan yang luas tersebut. Perlu sebuah proses yang disebut dengan belajar. Untuk dapat belajar dengan baik seseorang harus memiliki konsep berpikir yang baik. Sebab jika seseorang tidak menyadari kegunaan yang dipelajarinya, akan menjadi sia-sialah pembelajarannya itu. Untuk apalah seseorang belajar jikalau ia tidak menyadari kegunaannya dari belajar itu.




KEPEMIMPINAN YANG MELAKUKAN PEMBERDAYAAN
Tugas seorang pemimpin rohani tidak hanya mewariskan pengetahuannya, melainkan mewariskan seluruh kehidupannya, kepribadiannya, dan keteladannya. Itulah sebabnya Rasul Paulus dalam Filipi 4:9 berkata: “dan apa yang telah kamu pelajari dan telah kamu terima dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat kepadaku, lakukanlah itu.” Hal ini benar menunjukkan betapa dalamnya, betapa tingginya kualitas kepribadian seorang pemimpin.


HUKUM PEMBERDAYAAN
Dalam bukunya yang berjudul The 21 Most Powerful Minutes in a Leader’s Day mengatakan bahwa: “Kegembiraan seorang pemimpin adalah ketika ia melihat orang lain sukses. Akan tetapi ada yang lebih baik dari itu, yakni turut ambil bagian dalam sukses orang lain."[17]
Hal ini berbicara mengenai bagai mana seorang pemimpin melakukan sesuatu yang mengandung makna bahwa pemimpin tidak hanya berkata-kata saja, tetapi turut campur dan berkarya bersama orang yang dipimpinnya. Ia turut memberikan konstribusi bagi orang yang dpimpinnya itu. Didalamnya ia sedang mengerjakan sesuatu yang tidak terlihat sebagai sesuatu yang ditonjolkan. Olehnya secara tidak langsung akan mengembangkan potensi para pengikutnya, menunjukkan ketegasan seorang pemimpin untuk memberdayakan orang yang dipimpinnya.


A.     PENGEMBANGAN POTENSI
Hanya seorang yang diberdayakanlah yang dapat mencapai potensinya.[18]Ada banyak pemimpin yang beranggapan bahwa yang terpenting adalah kemajuan organisasi. Yang terpenting adalah bagaimana sebuah organisasi dapat bertahan ditengah kesukaran yang melanda situasi dan zaman. Perlu diketahui bahwa semuanya itu tidak akan pernah terwujud ketika bagian utama yaitu anggota-anggota dari organisasi tersebut tidak diberdayakan. Tidak ditingkatkan kualitas dan kinerjanya. Dengan kata lain seorang pemimin yang tidak memberdayakan orang-orang yang dipimpinnya adalah pemimpin yang menghambat potensi yang sebenarnya dimiliki oleh para pengikutnya serta mengaburkan tujuan hidup mereka.
John Maxwell mengatakan bahwa: “Jika hal ini didiamkan cukup lama, maka orang-orang akan menyerah, atau mereka akan pindah ke organisasi lain dimana mereka dapat memaksimalkan potensi mereka.”[19] Yang sangat perlu diketahui oleh para pemimpin terhadap para bawahannya adalah bahwa ada banyak orang yang tidak menyadari seberapa besar potensi yang ada di dalam dirinya. Bahkan mungkin juga ada banyak orangyang selama ini bersama-sama dengan seorang pemimpin, tetapi dirinya tidak tahu bahwa dirinya sedang diajar untuk mengembangkan potensi yang ada didalam dirinya itu.
Ketika para murid mulai meragukan Yesus, mereka memiliki sebuah sikap yang salah terhadap Yesus. Mereka tidak mampu mengatasi persoalan mereka sendirian tanpa Yesus adabersama mereka. Bagi banyak orang Kristen, kebanyakan dari mereka percaya kepada Yesus, tetapi dalam praktek kehidupan banyak dari mereka juga tidak membiarkan Yesus berkarya didalam kehidupannya itu. Atau setidaknya memberikan kesempatan bagi Dia untuk mengambil alih jalan hidupnya.
Masih teringat secara jelas ketika kita mempelajari Alkitab, ketika Yesus dan para murid menyeberangi Danau Galilea, ketika itu angin besar melanda kapal mereka dan seolah-olah kapal mereka tenggelam karena ombak dan angin yang besar itu. Kita dapat jumpai dalam sebuah kalimat dimana dalam situasi seperti itu mereka masih saja sempat membiarkan atau yang lebih tepat penulis katakan “mereka sejenak melupakan Yesus,” yang sedang tertidur diburitan. Ini menunjukkan sebuah sikap yang keliru. Mereka berjuang sekuat tenaga, daya, pikiran dan pengalaman mereka untuk melawan derasnya air dan kencangnya angin yang melanda perahu mereka (Mat. 8: 23-27; Mrk. 4:35-41; Luk. 8:22-25).
Demikian kehidupan rohani setiap orang Kristen ketika persoalan datang banyak orang sibuk menghadapinya sendirian, ia menganggap bahwa ia bisa, tetapi ketika masalah semakin memuncak dan bahkan mungkin kematian mengancam kehidupan mereka barulah sadar bahwa ada Yesus bersama mereka. Yesus menegur merek dengan keras: “Dimanakah kepercayaanmu” ( Luk. 8: 25) dari pernyataan Yesus ini dapat kita pahami lebih lanjut bahwa sebenarnya mereka memiliki potensi yang besar didalam sikap percaya mereka. Akan tetapi mereka sama sekali tidak tahu apa yang mereka harus lakukan. Pengalaman Petrus sebagai seorang nelayan (Luk. 5:1-11) pun tidaklah cukup untuk meneduhkan besarnya gelombang air yang sedemikian hebat. Dibutuhkan sesuatu yang lebih dari sekedar pengalaman dan tenaga manusia untuk bisa mengalahkan badai-badai dalam kehidupan seseorang.
Peran seorang pemimpin adalah mengembangkan potensi-potensi dalam diri orang-orang yang dipimpinnya. Ia harus secara intensif menegaskan keadaan ini dalam dirinya. Sementara Yesus berada di buritan, Ia sedang memberikan kesempatan kepada para murid-Nya untuk mempraktekkan segala sesuatu yang pernah Ia ajarkan kepada mereka. Dari sikap yang dialami murid-murid-Nya,  jelas dapat di ketahui bahwa mereka belum memahami maksud Allah dalam diri mereka.

1)      Memberdayakan Orang-Orang yang Dipimpin
Alkitab mencatat bahwa sepanjang pelayanan yang dikerjakan Yesus dalam menyelesaikan rencana Bapa bagi keselamatan manusia, Yesus menyusuri banyak situasi. Ia harus pergi ke tepi danau Tiberias dan menemukan Petrus di sana. Ia harus bertemu dengan seorang Matius si pemungut cukai, yang menurut kebiasaan orang saat itu kurang begitu di terima oleh beberapa kalangan. Yesus juga harus bertemu dengan orang-orang Zelot seperti Simon, harus berhadapan dengan Filipus seorang yang cukup kritis dan dan juga seorang yang meragukan Yesus sebagai Mesias karena Ia berasal dari Nazaret dan lain sebagainya. Sampai Ia harus disalib dan ditinggalkan orang-orang terdekatnya.
Dalam keadaan seperti ini Yesus tidaklah mempedulikan latar belakang mereka, pendidikan dan kehidupan sosial mereka. Yesus berfokus pada potensi dan menurut saya Yesus tahu dengan benar bahwa orang-orang semacam mereka (para murid) memiliki kualitas hanya saja mereka belum memahami secara jelas. Sokrates pernah mengatakan bahwa orang yang tidak mengetahui bahwa dirinya tidak tahu apa-apa adalah orang bodoh, jauhilah dia. Tetapi orang yang mengetahui bahwa dirinya tidak mengetahui apa-apa adalah orang yang bijaksana, ikutilah dia. Dengan kata lain harus ada stimulus yang merangsang mereka sehingga mereka tahu dengan pasti potensi diri mereka. Yesus melakukan itu bagi mereka.Keteladanan dari seorang Paulus sebagai seorang pemimpin yang memiliki pola berpikir yang cukup cakap dalam memimpin orang-orang yang selama ini menjadi tanggungjawab untuk dibina lebih baik. Paulus katakan bahwa: “Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus.Dari peryataan ini terlihat jelas bahwa Paulus adalah contoh sejati pemimpin yang menyerupai Kristus.[20]
Hasil dari pemberdayaan yang Yesus lakukan tampak nyata ketika para murid mendapat peneguhan Roh Kudus dan mereka melakuan segala sesuatu yang telah di ajarkan Yesus kepada mereka. Tidak berhenti hanya di situ saja, tetapi kemudian terus bergulir hingga sampai hari ini. Keteladanan Yesus telah membangkitkan regenerasi pemimpin yang menghasilkan pemimpin-pemimpin Kristen baru yang lainnya.

2)      Ketegasan Seorang Pemimpin yang Memberdayakan.
Tidak seorang pemimpin pun yang bisa melakukan segalanya sendirian untuk mempertahankan visi dan misi dalam organisasinya. Ia sudah pasti selalu membutuhkan anggota yang kompeten untuk meraih sukses. Sudah seharusnya kebesaran seorang pemimpin diukur dari berapa banyak pemimpin yang dihasilkannya, bukan sekadar berapa banyak pengikut yang dihasilkannya.
Jika kita akan menjadi pemimpin yang efektif maka kita harus memahami arti sebenarnya dari kerendahan hati. Alkitab mencatat bahwa Yesus, Allah yang menjelma menjadi manusia mengatakan kalimat ini; “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah kepada-Ku karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan (Mat.11:29).
Dalam bukunya, John C. Maxwell mengutip perkataan Andew Carnegie: “Akan menandai sebuah langkah yang besar dalam perkembangan anda ketika anda menyadari bahwa orang lain dapat membantu Anda melakukan perkerjaan yang lebih baik daripada yang dapat anda lakukan sendirian.”[21] Untuk melakukan sesuatu yang benar-benar besar, lepaskan ego anda, dan bersiaplah menjadi bagian sebuah tim.[22]
Kita sering melihat diantara kalangan orang Kristen kita mengeluh tentang kekurangan seorang pemimpin tetapi kita enggan memberikan teladan dan kemudian melatih orang-orang untuk melakukan hal yang kita lakukan. Alasan utama adalah karena kita kurang mengerti arti sebenarnya dari teladan kerendahan hati dan teladan supaya orang lain mengikutinya. Jika kita ingin memiliki kepemimpinan yang kuat, maka sudah seharusnya setiap pemimpin memberdayakan orang-orang yang dipimpinnya.
Jangan pernah takut melihat potensi dan mengembangkan potensi orang-orang yang kita pimpin, sekalipun orang yang kita pimpin memiliki potensi yang lebih besar daripada yang kita miliki. Justru dengan mengembangkannya maka kita akan menghasilkan banyak pemimpin sehingga misi yang ada bisa segera terpenuhi. John Maxwell adalah seorang seorang yang cukup handal dalam hal mengembangkan kepemimpinan.John Maxwell memiliki filosofi menciptakan 1000 pemimpin.
StewartDinnen juga menjelaskan bahwa kritik itu sehat. Kritik adalah suatu katub pengaman bagi persekutuan dan membantu memastikan jalurnya bersih diantara kita. Jadi jangan sampai menutup katup kritik ini. Seharusnya kritik dapat dijadikan alat evaluasi guna mendapatkan nilai usaha dan kinerja yang baik.[23]
Seringkali yang menjadi masalah adalah seorang pemimpin takut akan kemungkinan akan apa yang diucapkan dan dipikirkan oleh orang lain. Artinya kita lebih memilih untuk takut dikecam oleh orang lain sehingga kita melalaikan Allah. Sama artinya kita lebih memilih menyenangkan hati manusia daripada Allah, hal ini akan berakibat bahwa kita tidak akan pernah menjadi seorang pemimpin yang berhasil.
Seorang pemimpin yang baik sebaiknya tidak takut untuk berbuat salah. Sebab hal ini berakibat kita akan “memendam” diri dan tidak belajar menjadi seorang teladan. Konsep yang kita pelajari dalam Perjanjian Lama bahwa semakin besar sebuah besar, maka akan semakin banyak jarahan yang akan didapat. Satu hal yang harus kita pahami bahwa “perintang besar menghasilkan pemimpin yang kuat
Beberapa hal penting yang perlu juga diperhatikan guna mengembangkan sikap seorang pemimpin yang memberdayakan adalah mempedulikan nasib orang lain. Harus ada sebuah keyakinan yang kuat guna mempertahankan segala sesuatu yang telah dibangun bagi orang-orang yang dipimpinnya. Myron Rus mengatakan: “Keyakinan yang kuat sangat dibutuhkan untuk mendorong seseorang dalam melakukan tindakan.[24]
Sebagai seorang pemimpin yang melayani, Tuhan memberikan karakteristik-Nya dalam melayani orang lain atau orang yang kita pimpin, yang tertuang di Lukas 22:27: "Sebab siapakah yang lebih besar: yang duduk makan, atau yang melayani? Bukankah dia yang duduk makan? Tetapi Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan."Dari ayat tersebut kita dapatkan beberapa prinsip bagaimana seseorang pemimpin yang melayani dapat memberdayakan orang yang dipimpin.
Pertama, kita haruslah menghargai orang yang kita pimpin. Dikatakan bahwa orang yang duduk makan "lebih besar" daripada yang melayani. Sering kali pemimpin tidak bisa memberdayakan karena dia merasa bahwa posisinya lebih tinggi sehingga lebih menuntut untuk dihargai daripada menghargai. Syarat pertama untuk pemimpin dapat memberdayakan orang di bawahnya adalah menghargainya: menghargai potensi orang yang dipimpin, menghargai bahwa dia adalah calon pemimpin masa depan, menghargai bahwa dia adalah orang yang dipercayakan Tuhan untuk kita pimpin untuk memaksimalkan potensinya.
Kedua, tentunya sikap melayani seperti yang dilakukan oleh Tuhan Yesus sendiri. Untuk memberdayakan orang lain, maka kita harus berfokus untuk melayani orang tersebut.Kita melayaninya dengan cara mengenalnya setiap potensi yang dia miliki sebaik mungkin, kemudian berikan dia mimpi, dorongan, dan kesempatan untuk maju dan berkembang. Layani sampai dia mencapai potensinya yang maksimal, hingga dia mengalami kepuasan karena pelayanan yang kita berikan.
Memutuskan bahwa orang-orang yang berada dalam tim itu layak untuk diperlengkapi dan dikembangkan terkait mengenai potensi yang dimiliki oleh mereka. Hal ini berkaitan dengan bagaimana seorang pemipin mampu memberikan motivasi orang-orang yang dipimpinnya itu dalam meraih sebuah tujuan.Sebuah impian, visi yang jelas dari diri seorang pemimpin. Dengan demikian para pengikutnya akan menyadari serta mengerti bahwa yang disampaikannya itu memang memiliki nilai yang tinggi, sehingga mereka memiliki nilai etos kerja yang tinggi kepada pemimpin dan kepada organisasi.


B.     RENCANA DAN STRATEGI
Dalam setiap keadaan sukar selalu memiliki potensi untuk menghancurkan segala sesuatu yang telah dibangun. John Maxwell mengutip perkataan Winston Churchill, seorang mantan Perdana Mentri Inggris, beliau mengatakan, “pada setiap orang ada sebuah momen istimewa di dalam hidup mereka ketika mereka secara kiasan ditepuk pada bahu dan ditawari peluang untuk mengerjakan sesuatu yang sangat istimewa, unik bagi mereka dan cocok dengan bakat mereka.Sangat disayangkan jika kita berkata tidak siap dan tidak memenuhi akan hal itu, yang sebenarnya dapat menjadi saat terbaik bagi kita.[25] Perlu diketahui bahwa kita dapat menghancurkan apa yang telah kita bangun dengan sikap kita yang tidak peduli dengan kesempatan terbaik yang ada disekitar kita. Caranya adalah dengan melakukan hal-hal sederhana yang saat ini ada dihadapan kita, setelah itu barulah kita akan siap menghadapi kesukaran-kesukaran dan bahkan kesempatan atau peluang yang lebih besar.
Penulis membenarkan ungkapan John Maxwell yang mengatakan: “Gagal untuk merencanakan adalah sebuah rencana untuk gagal.”[26] Kunci dari rencana yang besar adalah fokus. Allah telah menunjukkan seorang pribadi dalam Alkitab yang cukup cakap dalam menangkap pola pikir dan rencana-Nya.
“Berikan sekarang kepadaku hikmat dan pengertian, supaya aku dapat keluar dan masuk sebagai pemimpin bansa ini. Sebab, siapakah yang dapat menghakimi umat-Mu yang besar ini? (2 Taw. 1:10).
Salomo tidak meminta kekayaan atau ketenaran untuk dirinya sendiri, tetapi lebih memilih hikmat agar dia dapat memimpin umat Allah.Salomo adalah salah seorang yang mendemonstrasikan kunci dari kepemimpinan. Ia mengetahui arah dan tujuan kepemimpinannya sebelum ia meminta kepada orang lain untuk mengikuti rencana dan tujuannya. Tuhan memberikan sebuah misi yang memerlukan rencana dari orang yang memimpinnya.
Apa yang dikerjakan Salomo dalam pembangunan Bait Allah adalah bagian dari sebuah perencanaan yang telah di atur oleh seorang pribadi yang bernama Daud, ayah Salomo sendiri. Rencana jangka panjang dari Daud adalah pembangunan Bait Allah (II Sam. 7). Ketika penulis mempelajari Alkitab, penulis menemukan sebuah fakta bahwa apa yang direncanakan Daud merupakan sebuah tindakan yang telah ia persiapkan sedemikian rupa sehingga pada waktunya Bait Allah dapat berdiri tepat seperti apa yang direncanakannya. Padahal jika kita pelajari lebih jauh, Allah tidak mengijinkan Bait Allah didirikan melalui tangan Daud. Untuk bagian yang satu ini dikatakan, Allah menegaskan bahwa Daud tidak layak untuk melakukannya. (1 Raj. 5:2-3). Namun demikian bukan berarti Daud melepaskan tanggung jawab itu kepada Salomo tanpa sesuatu yang berarti. Jauh-jauh hari Daud telah mempersiapkan segala kebutuhan, baik material dan tenaga kerja, tetapi juga gaya hidup dan karakternya merupakan salah satu kunci keberhasilan Daud membangun Bait Allah.
Perlu diketahui juga bahwa ketika Bait Allah itu selesai dibangun oleh Salomo kurang lebih memakan waktu tujuh tahun lamanya, Daud tidak bersama-sama Salomo untuk menyaksikan megahnya bangunan itu, sebab Daud telah mati di awal masa pemerintahan Salomo.
Mungkin ada banyak orang yang berkata bahwa pekerjaan Daud dan rencana-rencananya adalah sia-sia bagi dirinya. Penulis katakan tidak. Sebab sebelum Salomo meletakkan batu pertama pembangunan Bait Allah, bahkan sebelum  Daud mempersiapkan perencanaan-perencanaan yang matang dan terperinci mengenai pembangunan Bait Allah itu, Daud telah melihat bangunan Bait Allah yang megah itu dalam pikirannya. Daud telah melihatnya ketika ia berada dibawah kaki Allah, ketika Allah menyentuh bagian terdalam dari hidup Daud, itu adalah persekutuan antara Daud dengan Allah berlangsung. Allah menaruh visi dalam diri Daud untuk dikerjakan, dan Allah telah memberikan gambaran, blue print dari Bait Allah dalam pikiran Daud. Sesuatu yang sangat hebat. Sebuah maha karya yang tidak pernah terbayangkan jika hanya dikerjakan oleh pikiran manusia.
Apa yang dilakukan Daud ini merupakan sebuah contoh dari berbagai peristiwa yang tercatat dalam Alkitab yang menggambarkan bahwa pentingnya seorang pemimpin memiliki rencana dan strategi yang matang dalam menentukan sebuah tujuan.
Ada banyak peristiwa-peristiwa lain yang Yesus gambarkan berkaitan dengan kegagalan dari sebuah tujuan karena kurangnya kesadaran bahwa perencanaan dan strategi merupakan bagian penting dalam pencapaian sebuah tujuan. Ia menerangkan betapa bodohnya untuk mengabaikan sebuah rencana, diantaranya: orang bodoh dan orang pandai yang membangun (Mat. 7:24-25). Orang yang membangun rumah menghitung pengeluarannya (Luk. 14:28-30). Seorang raja merencanakan peperangan (Luk. 14:31-32).Seorang pegawai yang tidak setia (Luk. 16:1-8).
Demikian dalam konseptualisasi pentingnya perencanaan dan strategi dalam kepemimpinan yang melakukan pemberdayaan. Penulis mengangkat bagian ini sebagai sebuah landasan yang mendasar dalam kepemimpinan yang melakukan pemberdayaan dengan alasan bahwa ada banyak pemimpin rohani yang mengabaikan adanya perencanaan yang matang dalam membangun sebuah pola kepemimpinan. Banyak orang beranggapan bahwa sejalan dengan waktu akan muncul jalan keluar dari permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi.
Yakob Tomatala menambahkan sesuatu mengenai sebuah straregi dalam kepemimpinan, ia mengatakan bahwa: “Anda dapat menjadi pemimpin yang baik apabila anda mengerjakannya, yang dimulai dari diri sendiri.”[27] Mungkin kesalahan terbesar yang dilakukan orang ketika menentukan sebuah tujuan adalah mengkomitmenkan diri pada sebuah kegiatan yang sulit dilakukan didalam hidup dan gaya kerja yang ada sekarang. Rencana dan tindakan harus seirama dengan gaya hidup seorang pemimpin. Rencana pembelajaran yang mengandung langkah-langkah yang nyata dan praktis akan menghasilkan perbaikan yang sangat kuat.




PENUTUP
Akan menjadi sebuah tanggung jawab yang baru ketika seseorang memiliki sebuah keputusan bagi dirinya untuk menjadi seorang pemimpin. Sebab bagaimanapun juga, seorang pemimpin bertanggung jawab atas orang-orang yang dipimpinnya. Bukan sekedar memimpin, tetapi kapasitas kepemimpinannya harus melewati batas dan dimensi yang berbeda dari kepamimpinan orang lain.
Seorang pemimpin tahu dengan benar tujuannya memimpin. Bukan sekedar mengerjakan tanggung jawab yang menyelesaikan administrasi dan membagikan hasil dari sebuah usaha yang dikembangkan dan di kelolanya. Akan tetapi keberhasilan seorang pemimpin dapat dinilai dari seberapa banyak orang-orang yang dipimpinnya itu mengalami perubahan gaya hidup yang berbeda dari sebelumnya.
Kepemimpinan seorang Kristen tentunya lebih daripada itu. Perlu diketahui dengan pasti bahwa Yesus telah mengajarkan teladan kepemimpinan yang sangat sederhana namun memiliki dampak yang hebat, lebih dari sekedar pemimpin-pemimpin dunia. Ada banyak pemimpin-pemimpin di dunia ini. Sejak zaman purbakala, tercatat ada begitu banyak pemimpin yang telah berkuasa, dan memberikan teladan-teladan kepemimpinan. Akan tetapi hanya cukup bertahan pada dua atau sampai empat generasi saja. Tetapi Yesus telah memberikan konstribusi keteladanan kepemmpinan yang berbeda, Ia mampu melakukan itu berdasarkan landasan karakter hidupnya sebagai sesuatu yang berbicara mendahului setiap ajaran-ajaran yang diucapkan-Nya. Sejarah mencatat bahwa semuanya itu telah diterima dan telah di praktekkan menjadi gaya hidup para martir, bapa-bapa gereja, dan orang Kristen diseluruh dunia yang menyadari bahwa Kepemimpinan Yesus telah memberdayakan kehidupannya dan telah mengubah konsep berpikir serta kehidupannya.
Kepemimpinan yang telah diterapkan telah mengubah kehidupan banyak orang. Inilah yang disebut kepemimpinan yang melakukan pemberdayaan. Yesus menjadi penggerak utama dari sistem kepemimpinan yang memberi pengaruh terhadap dunia.
Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana dengan konsep kepemimpinan yang kita miliki? Apakah telah memberikan pengaruh yang cukup kuat untuk menjungkir-balikkan dunia? Atau kita mulai menyadari bahwa apa yang telah ita kerjakan sebagai seorang pemimpin belum memberikan sebuah efek yang berarti bagi keadaan dan bahkan bagi orang orang yang kita pimpin. Itu berarti kita harus lebih banyak belajar mengembangkan potensi diri kita sehingga ada sesuatu yang telah berubah ketika konsep-konsep kepemimpinan itu dimunculkan. Alkitab merupakan bagian yang tidak boleh dilepaskan ketika kita memilih untuk menjadi seorang pemimpin. Sebab ketika kita mulai berfikir bahwa prinsip kepemimpinan dapat di temukan dan dimulai dari luar Alkitab, maka dapat dipastikan bahwa hal itu tidak akan bertahan lama.





         [1]Poctavianus, Manajemen dan Kepemimpinan Menurut Wahyu Allah, Cet-5 (Malang: Gandum Mas, 1994), 55.
[2]George Barna, Leader on Leadership, Cet-2 (Malang: Gandum Mas, 2002), 22-23.
[3]Russell C. Swansburg, Laurel C. Swanburg, Pembangunan Staf Keperawatan (Jakarta: Gramedia), 317.
[4]Charles R. Swindoll, Kepemimpinan Kristen Yang berhasil, 42
[5]Poctavianus, Manajemen dan Kepemimpinan, 64.
[6]Joyce Meyer, Pemimpin Yang Sedang Dibentuk, Cet-5 (Jakarta: Immanuel, 2007), 128.
[7]Ibid., 37.
[8]Poctavianus, Manajemen Dan Kepemimpinan, 75.
[9]Ibid., 76.
[10]Ibid., 77.
[11]Ibid., 77.
[12]Jerry C. Wofford, Kepemimpinan Kristen yang Mengubahkan (Yogyakarta: ANDI, 2001), 49.
[13]John C. Maxwell, The 21 Most Powerful Minutes in a Leader’s Day (Batam Centre: Interaksara), 44.
[14]Russell C. Swansburg dan Laurel C. Swanburg, Pembangunan Staf Keperawatan (Jakarta: Gramedia), 316.
[15]Ibid., 317.
[16]Charles R. Swindoll, Kepemimpinan Kristen Yang berhasil (Surabaya: Yakin),190.
[17]Maxwell, The 21 Most Powerful, 202.
[18]Ibid., 229.
[19]Ibid., 229
[20]John Mac Arthur, Kitab Kepemimpinan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 32.
[21]John C.Maxwell. Memperlengkapi Orang Lain untuk Sukses Anda (Jakarta: Light Publishing, 2009),8.
[22]Ibid., 8.
[23]Stewart Dinnen,You Can Learn to Lead (Yogyakarta: ANDI,2009), 143.
[24]Myron Rush, Pemimpin Baru (Jakarta: Immanuel,1991), 43.
[25]John C. Maxwell, Leadership Gold (Jakarta: Immanuel, 2009), 167.
[26]Maxwell, Memperlengkapi Orang Lain, 45.
[27]Yakob Tomatala, Pemimpin yang Handal (Jakarta: Institut Filsafat Teologi dan Kepemimpinan Jaffray), 31.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar