BAB 1
PENDAHULUAN
Berbicara
tentang kekaisaran maka setiap orang yang mengetahui tentang kekaisaran akan
mengerti bahwa yang dibicarakan dalam hal ini berhubungan dengan kerajaan. Kekaisaran menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah negara yang dipimpin oleh kaisar. Ada beberapa kekaisaran yang ada di dunia ini
dan salah satu kekaisaran yang akan
dibicarakan dalam makalah ini adalah kekaisaran Asyur. Di bawah ini, penulis akan membahas tentang
latar belakang berdirinya kekaisaran Asyur.
A. Sejarah
Kekaisaran Asyur
Asyur sudah dihuni sejak zaman prasejarah,
dan barang pecah belah periuk dari Ik 5000-3000 sM telah ditemukan di beberapa
tempat, termasuk Asyur, Niniwe dan Kalah, yang menurut Kejadian 10:11,12
didirikan oleh para imigran dari Babel[1].
Walaupun asal mula orang Asyur masih dipersoalkan, tak dapat disangsikan bahwa
telah ada orang Sumer di Asyur pada tahun 2900 sM, dan kebudayaan Asyur adalah
berkat dari kehadiran orang-orang dari selatan itu. Sepanjang masa ada
gelombang manusia yang masuk Asyur terus-menerus dari gurun-gurun di sebelah
barat dan bukit-bukit di utara (yang terakhir itu bukan orang Sem). Asyur tetap
merupakan masyarakat agraris yang makmur, kehidupan dan kebiasaannya dapat kita
pelajari pada lembaran-lembaran dari Nuzi. Raja-rajanya sering berperang dengan
bangsa-bangsa sekeliling mereka.
Sejarah
kekaisaran Asyur dibagi atas tiga periode yaitu kerajaan Asyur purba,tengah,
dan baru. Dalam sejarah kerajaan Asyur
purba, sudah sekitar tahun 1900 sM Asyur telah
mengadakan perang perluasan daerah di bawah pimpinan raja Ilusuma untuk
menyerang Babilon utara. Syamsyi Adad I (sekitar 1749-1716 sM) merampas
kerajaan Mari dan untuk pertama kali digalangnya suatu puncak pimpinan politik.
Penting adalah tempat-tempat perdagangan Asyur di Kapadosia yang berpusat di
Kanis (dewasa ini Kultepe). Di situ ditemukan ribuan lempengan tulisan paku
dari para pedagang Asyur purba.
Kerajaan Asyur pertengahan dimulai sekitar tahun
1380-1076 sM. Selama waktu yang lama harus mempertahankan diri melawan kerajaan
Mitanni, demikian pula melawan bangsa Het dan bangsa Babilon. Tukulti Ninurta I
merebut Babel, Tiglatpiletser I (1115-1076 sM) mendesak maju sampai danau Van
dan sampai Laut Tengah. Kerajaannya dilemahkan kembali oleh bangsa Aram yang
datang menyerang.
Kerajaan Asyur baru dimulai sekitar tahun
909-612 sM. Adadnerari II mengadakan
peperangan dengan kekejaman yang semakin dahsyat (penyiksaan para tawanan,
pembuangan dengan cara besar-besaran) melawan Babilon dan bangsa Aram. Pengganti-penggantinya
memperluas perbatasannya ke utara dan ke timur. Mereka kalahkan kerajaan
kecil-kecil bangsa Aram sampai Laut Tengah. Dengan sistem mendirikan propinsi
(residensi baru Kalku) mereka berusaha membangun sebuah kerajaan kesatuan.
Salmanaser III (858-824 sM) adalah penguasa yang pertama menyerang Israel
(pertempuran di Karkar 854 sM) dan membuat Israel jadi jajahan yang membayar
upeti. Tiglatpileser III (745-727 sM) menggabungkan Babilon pada kerajaannya dalam
bentuk persartuan khusus.
Di bawah dinasti Sargonid yang didirikan oleh
Sargon II, Asyur berhasil mencapai puncak kekuasaannya: 721 sM Samaria direbut.
Tahun 701 sM Sanherib mengepung Yerusalem, tetapi tidak berhasil merebutnya.
Tahun 689 sM ia menghancurkan Babel
yang telah memberontak. Residensinya dipindahkan ke Ninewe. Esarhadon (681-668 sM) dan Asurbanipal (668-631 sM) menguasai sebuah kerajaan yang meluas sampai Mesir. Kehancuran kerajaan segera timbul. Jenderal dari Babilon Nabopolasar berhasil merebut takhta di Babel. Bersama dengan raja bangsa Meden Kiyaksares ia merebut Asyur (614 sM) dan Ninewe (612 sM). Dengan perebutan itu Asyur lenyap dari sejarah. Warisannya diterima oleh kerajaan Babilon baru.
yang telah memberontak. Residensinya dipindahkan ke Ninewe. Esarhadon (681-668 sM) dan Asurbanipal (668-631 sM) menguasai sebuah kerajaan yang meluas sampai Mesir. Kehancuran kerajaan segera timbul. Jenderal dari Babilon Nabopolasar berhasil merebut takhta di Babel. Bersama dengan raja bangsa Meden Kiyaksares ia merebut Asyur (614 sM) dan Ninewe (612 sM). Dengan perebutan itu Asyur lenyap dari sejarah. Warisannya diterima oleh kerajaan Babilon baru.
B. Raja-raja yang Memerintah dalam Kekaisaran
Asyur
Raja-raja Asyur dan masa
pemerintahannya yang terpenting adalah sebagai berikut[2]:
·
Tiglat-Pileser III 745-727 SM
·
Salmaneser 727-722 SM
·
Sargon II 722-705 SM
·
Sanherib 705-681 SM
·
Esarhaddon 681-669 SM
·
Asyurbanipal 669-631 SM
Raja-raja Asyur yang dituliskan dalam Alkitab
yaitu dimulai dari raja Tiglat Pileser III yang menginvasi Israel ( II
Raja-raja 16:7,10; I Tawarikh 5:6,26; II Tawarikh 28:20 ). Kemudian raja Sargon II yang mengalahkan
Asdod dan menaklukkan Samaria dan menangkap orang Israel sebagai budak ( Yesaya
20:1 ). Lalu raja Sanherib yang
menyerang Yehuda tapi tidak mampu untuk merebut Yerusalem ( II Raja-raja
18:13-19:37 ). Dan raja Esarhadon yang
menggantikan ayahnya Sanherib ( II Raja-raja 19:37 ).
Di
bawah pemerintahan Tukulti-Ninurta 11(890-885 sM) yang berasal dari suatu
keluarga raja yang baru, Asyur mulai melancarkan aksi militer atas suku-suku
yang pernah menindasnya. Putranya, Asyurnasirpal II (885-860 sM), dalam
serangkaian perang yang hebat menundukkan suku-suku di Efrat Tengah, mencapai
Libanon dan Filistia, di mana kota-kota pantai membayar upeti kepadanya. Ia
juga mengirim ekspedisi ke Babel Utara dan bukit-bukit di sebelah timur. Pada
masa pemerintahannya Asyur memulai penindasan yang terus-menerus atas
negeri-negeri di sebelah barat, yang kemudian membuat Asyur terlibat dalam
sejarah Israel. Lebih dari 50.000 tawanan bekerja dalam rangka perluasan Kalah,
di mana Asyurbanipal membangun benteng baru, istana dan kuil-kuil, dan mulai
membangun menara (ziggurat). Ia mempekerjakan ahli seni untuk mengukir
patung-patung di dalam kamar tamunya dan ahli-ahli pertanian untuk memelihara
kebun-kebun tumbuhan dan ternak.
Putra Asyurnasirpal, Salmaneser III (859-824
sM), meneruskan kebijaksanaan bapaknya dan memperluas garis perbatasan Asyur,
sehingga ia menguasai dari Urartu sampai Teluk Persia dan dari Media hingga
pantai Siria dan Tarsus. Pada thn 857 sM ia merebut Karkemis dan serangannya
terhadap Bit-Adini membuat kota-kota besar di bagian barat daya sadar akan bahayanya.
Irhuleni Raja Hamat dan Hadadezer raja Damsyik, membentuk koalisi anti-Asyur
terdiri dari 10 raja, menghadapi tentara Asyur dalam pertempuran Qarqar (853
sM) yang hasilnya tidak jelas. Menurut catatan-catatan sejarah Asyur,raja Ahab
dari Israel menyediakan 2.000 kereta perang dan 14.000 orang dalam pertempuran
ini. Pada thn 841 sM koalisi ini pecah, sehingga seluruh kekuatan Asyur dapat
ditujukan terhadap Hazae1 Raja Aram, yang terpaksa mengundurkan diri masuk
Damsyik. Ketika pengepungan kota itu gagal, Salmaneser bergerak melalui Hauran
ke Nahr el-Kelb di Libanon dan di sana menerima upeti dari penguasa-penguasa
Tirus, Sidon dan Yehu, putra Omri, raja Israel, hal ini tidak disebut dalam
Perjanjian Lama tapi dilukiskan pada Tugu Hitam Salmaneser di Nimrud.
Pada kurun waktu berikutnya raja-raja Asyur
terus mengadakan serangan terhadap Aram. Karena itu Aram terpaksa berhenti
menyerang Israel (2 Raj 12:17; 2 Taw 24:23-24) dan
negara-negara lain. Banyak penguasa membawa hadiah kepada raja Asyur sebagai
penghargaan atas bantuan itu. Pada thn 804 sM raja Asyur menyatakan, bahwa di
antara mereka yg membawa upeti adalah Siria Utara, Siria Timur, Tirus, Sidon,
tanah Omri (Israel), Edom dan Filistea sejauh Laut Tengah. Serangan Asyur ini
memungkinkan Yoas untuk memulihkan kembali kota-kota yg telah direbut oleh
Hazael (2 Raj 13:25).
Salmaneser
IV (781-772 sM) tetap mengadakan tekanan terhadap Damsyik, dan ini pasti
membantu Yerobeam untuk memperluas perbatasan Israel hingga ke jalan masuk ke
Hamot' (2 Raj 14:25-28),
yaitu Lembah Bega. Tiglat-Pileser III (745-727 sM), adikuasa, bermaksud
memperoleh kembali dan bahkan memperluas daerah-daerah yang mengabdi kepada
berhala nasional Asyur. Pada permulaan pemerintahannya ia menjadi Raja Babel
dengan memakai nama pribumi Pul (2 Raj 15:19; 1 Taw 5:26). Ia
menundukkan para pemberontak di negeri-negeri utara, dan mengepung Arpad 3 tahun
lamanya (743-740 sM), selama waktu ini Rezin, raja Damsyik, dan
penguasa-penguasa negeri-negeri lain yang berdekatan membawa upeti kepadanya.
Sementara Tiglat-Pileser absen di utara tahun
738, timbul pemberontakan yg dipimpin oleh Azriau dari Yaudi yang bersekutu
dengan Hamat. Mungkin inilah Azaria dari Yehuda, walaupun ada kemungkinan lain
bahwa yg dimaksud ialah suatu negara kota yang kecil di Siria Utara bernama
Yaudi. Pada waktu ini Tiglat-Pileser menyatakan telah menerima upeti dari
Menahem dari Samaria (Israel) dan Hiram dari Tirus. Ini juga tidak disebut
dalam Perjanjian Lama, yang mencatat pembayaran di kemudian hari. Jika jumlah
50 syikal perak yang harus dibayar oleh setiap orang Israel yang kaya raya
untuk memenuhi upeti ini, dibandingkan dengan persyaratan Asyur yang sezaman,
maka menjadi jelas bahwa setiap orang harus membayar nilai yang sama dengan
nilai seorang budak, untuk menghindari pembuangan (2 Raj 15:20).
Dua tahun kemudian serangkaian perang
dilancarkan yang berakhir dengan direbutnya Damsyik thn 732 sM. Tiglat-Pileser
menurut kitab sejarahnya, memecat Pekah yg telah membunuh Pekahya anak Menahem
raja Israel dan mengangkat Ausi (Hosea; bnd 2 Raj 15:30). Hal
ini mungkin terjadi tahun 734 sM, ketika orang-orang Asyur bergerak menyusuri
pantai Fenisia dan melalui perbatasan Israel sejauh Gaza, yang rajanya, Hanunu
melarikan diri menyeberangi S Mesir .
Salah satu alasan untuk tindakan ini ialah
jawaban terhadap permintaan lauhazi (Yehoahas atau Ahas) dari Yehuda, yang
upetinya terdaftar dengan upeti Amon, Moab, Askelon, dan Edom, untuk
membantunya melawan Rezin raja Damsyik dan Pekah raja Israel (2 Raj 16:5-9).
Negeri Israel (Bit-Humria) diserang, Hazordi Galilea dihancurkan (2 Raj 15:29), dan
banyak tawanan diasingkan. Ahas pun harus membayar mahal untuk bantuan ini dan
harus menerima kewajiban-kewajiban dalam bidang agama (2 Raj 16:10 dab);
mezbah yang diimpor melambangkan bahwa Yehuda tunduk kepada Asyur, lambang yang
lain ialah patung raja Asyur seperti yang didirikan oleh Tiglat-Pileser di Gaza
yang ditaklukkannya.
Salmaneser V (727-722 sM) putra
Tiglat-Pileser III, juga berperang di barat. Ketika Hosea raja Israel, abdi
Asyur itu, gagal membayar upeti tahunannya setelah tergiur oleh tawaran bantuan
dari Raja Mesir (2 Raj 17:4),
Salmaneser menyerang Samaria. Tiga tahun kemudian menurut Riwayat Sejarah
Babel, ia mematahkan pertahanan kota Syamara'in. Dalam 2 Raj 17:6
disebut seorang raja Asyur yang namanya tidak dicatat, merebut Samaria dan
mengangkut orang-orang Israel ke pembuangan di daerah Efrat Atas dan Media,
mungkin raja ini ialah Salmaneser V. Tapi penggantinya, Sargon II, kemudian
menyatakan penaklukan Samaria tahun 722 sM sebagai tindakan sendiri, jadi ada
kemungkinan bahwa raja yang tak disebut, namanya itu ialah Sargon. Sargon
mungkin bersama Salmaneser dalam pengepungan itu, lalu menyelesaikannya sesudah
Salmaneser meninggal.
Sargon II (722-705 sM) adalah pemimpin penuh
semangat seperti Tiglat-Pileser III. Ia mencatat bahwa ketika para warga kota
Samaria dibujuk oleh Iau bi'di dari Hamat untuk tidak membayar upeti, maka ia
memindahkan 27.270 (atau 27.290) orang dari daerah Samaria bersama
berhala-berhala yang mereka puja. Tanggal persis pembuangan ini, yang
mematahkan kemerdekaan Israel, belum dapat ditetapkan dari catatan-catatan
sejarah Asyur. Namun raja-raja di daerah Palestina masih bersandar pada Mesir
untuk mendapat bantuan, dan sejarah dari zaman ini merupakan latar belakang
nubuat Yesaya. Pada thn 715 sM Sargon campur tangan lagi, menjarah Asdod dan
Gat lalu menyatakan telah menaklukkan Yehuda, tapi tak ada bukti dalam Perjanjian
Lama bahwa ia memasuki negeri itu pada zaman ini.
Tahun-tahun pertama pemerintahan Sanherib
(705-681 sM) dilancarkan penindasan atas beberapa pemberontakan. Tahun 703-701
sM Marduk-apla-iddina (Merodakh-Baladan) merebut takhta Babel, dan dibutuhkan
suatu ekspedisi besar untuk mengusirnya. Mungkin pada tahun-tahun inilah orang
Babel meminta bantuan kepada Hizkia (2 Raj 20:12-19).
Celaan Yesaya mengenai persekutuan ini memang benar, karena pada thn 689 orang
Asyur telah mengusir Merodakh-Baladan keluar dari negeri itu dan menjarah
Babel. Suatu aksi armada laut, yaitu menyeberangi Teluk Persia, untuk mengejar
pemberontak dibatalkan setelah diterima berita kematian Merodakh di Elam.
Pada tahun 701 sM Sanherib bergerak ke Siria,
mengepung Sidon, lalu bergerak ke selatan untuk menyerang Askelon yang
memberontak. Mungkin pada waktu inilah orang-orang Asyur berhasil mengepung
Lakhis (2 Raj 18:13-14),
dengan kemenangan seperti dilukiskan pada gambar timbul di istana Sanherib di
Niniwe. Pasukan Sanherib kemudian bergerak untuk mendekati tentara Mesir di
Eltekeh. Selama gerakan-gerakan ini, di Yehuda, Hizkia membayar upeti (2 Raj 18: 14-16)
kepada Asyur, suatu kenyataan yang dicatat dalam catatan sejarah Asyur. Mungkin
pada masa inilah Sanherib mengurung Hizkia orang Yudea di Yerusalem seperti
seekor burung dalam sangkar dan menuntut agar ia menyerah (2 Raj 18:17-19:9).
Nampaknya 2 Raj 19:8
mendukung pandangan ini, dan kapan saja peristiwa ini terjadi, maka orang Asyur
tiba-tiba meninggalkan pengepungan lalu mengundurkan diri (2 Raj 19:35 ).
Di barat Esarhadon melanjutkan politik
ayahnya dengan memeras upeti dari negara-negara kota di daerah itu. Perlawanan
terhadap kekuasaan Asyur ini dihasut oleh Tirhaka raja Mesir, tapi Esarhadon
menghancurkannya. Ia menambah jumlah yang harus dibayar, lalu mengumpulkan
sebagai tambahan kayu, batu, dan perbekalan lain untuk istananya yang baru di
Kalah, dan untuk pembangunan kembali kota Babel. Mungkin dalam rangka inilah
raja Manasye ditangkap dan dibawa ke sana (2 Taw 33:11).
Menasi (Manasye) dari Yehuda disebut antara
mereka dari siapa Esarhadon menuntut upeti pada waktu itu. Esarhadon memimpin
suatu ekspedisi besar ke Mesir tahun 672 sM, yang hasilnya ialah beberapa
gubernur Asyur ditempatkan di kota-kota Mesir Tebe dan Memfis. Pada tahun yang
sama Esarhadon memanggil para raja bawahan untuk mendengar pernyataannya
mengenai Asyurbanipal sebagai Pangeran Mahkota dan ahli warisnya. Terlihat
bahwa Manasye, seperti semua raja bawahan lainnya harus bersumpah setia abadi
kepada Asyur, yaitu berhala nasional dari Raja besarnya (2 Raj 21:2-7, 9).
Pada akhir pemerintahan Esarhadon, Firaun
Tirhaka menghasut para pemimpin pribumi di Mesir Rendah untuk berontak. Dalam
perjalanan untuk menumpas pemberontakan ini Esarhadon meninggal di Haran.
Anaknya, Asyurbanipal (669-1k 627 sM), segera meneruskan rencana ayahnya dan
bergerak melawan Tirhaka. Ia terpaksa melancarkan tiga pertempuran yang dahsyat
dan menjarah Tebe (tahun 663; Nah 3:8)
sebelum Mesir dikuasai kembali. Pada pemerintahan Asyurbanipal kerajaan Asyur
mencapai perluasan wilayahnya yang paling besar, namun Asyur dihukum untuk
jatuh dengan cepat.
C. Kebudayaan
Asyur
Seperti
halnya dengan bangsa Akad, demikian pula dengan bangsa Asyur mengambil alih
kebudayaan Sumer. Orang-orang Asyur adalah orang-orang yang
sangat berbudaya yang menghasilkan karya-karya sastra,seni,dan arsitektur
bernilai tinggi[3] . Di waktu belakangan, mereka dipengaruhi
(oleh kebudayaan) Babilon. Meskipun demikian mereka masih sempat menelorkan
karya budaya sendiri yang bernilai. Misalnya Hukum Kerajaan Asyur pertengahan
dipandang penting sekali untuk perkembangan hukum yang tertulis dalam tulisan
paku. Hukum ini lain daripada Kodeks Hammurapi lebih mendekati kebudayaan
Hurrim. Seni hiasan pada monumen kerajaan Asyur baru, juga amat terkenal
(relief dinding di Niniwe dan Korsabad). Di dalam Bibliotiknya, Asurbanipal
memiliki 8.000 sampai 10.000 lempengan tanah liat dengan naskah-naskah penting
(mulia) dari sastra dunia (Epos Gilgames, Enuma Elis dan lain-lain)
Bangsa Asyur menyembah banyak dewa. Tiap-tiap kota mereka mempunyai dewanya
sendiri. Asyur adalah nama dari dewa kota Asyur,ibukota kerajaan Assiria. Ini
berarti dewa Asyur merupakan raja semua dewa. Isytar adalah dewi dari kota
Niniwe. Raja-raja Asyur percaya dewa-dewi mereka,terutama dewa Asyur berkuasa
memberikan mereka kemenangan atas musuh-musuh.
Bangsa Asyur memperlakukan
musuh-musuh mereka sebagai orang-orang yang memberontak melawan dewa-dewa
Asyur,dan menghukum mereka karena kemurtadan itu. Dalam suatu peninggalan
sejarah Sargon II pernah menuliskan ucapannya ketika menghukum musuh-musuh
sebagai berikut:” atas perintah dewa Asyur,tuhanku,aku telah mengalahkan mereka’.
Sanherib juga mempunyai gagasan yang sama ketika ia menulis pada suatu prasasti
kalimat yang berbunyi: “ dengan pertolongan Asyur,tuhanku,aku menentang mereka
dan mengalahkan mereka[4].
Banyak
contoh kesenian Asyur telah dipelihara; bermacam-macam lukisan dinding, gambar
timbul, patung, perhiasan, meterai silinder, ukiran gading, karya perunggu dan
logam. Beberapa gambar timbul menarik perhatian karena memperlihatkan peristiwa
yg berhubungan dengan PL; misalnya, prasasti dan tugu Salmaneser menyebut Israel
dan menggambarkan Yehu. Ukiran-ukiran di istana Sanherib di Niniwe
menggambarkan pengepungan Lakhis dan pengerahan tawanan orang Yahudi untuk
bekerja pada proyek-proyek bangunan.
BAB II
KEKUASAAN ASYUR
Asyur
adalah sebuah negara di Mesopotamia utara ( sekarang Irak ) yang membangun
sebuah kekaisaran sangat kuat abad ke -8 dan ke-7 SM. Kekuatan baru ini didasarkan pada kekuasaan
tentara Asyur yang sangat kejam.
A. Asyur
dalam Pemerintahannya
Pemerintah berasal dari
pribadi seorang raja yang sekaligus adalah pemimpin agama dan panglima
tertinggi. Ia melaksanakan kekuasaan langsung, walaupun ia juga mendelegasikan
kekuasaan lokal kepada para gubernur propinsi dan kepala daerah, yang
mengumpulkan lalu meneruskan upeti dan pajak yang biasanya dibayar dalam bentuk
barang atau hasil bumi. Mereka dibantu oleh jajaran tentara Asyur, yang intinya
adalah pasukan kereta perang dengan cukup perlengkapan, terlatih dengan baik
sekali dan teratur, dilengkapi perencana pengepungan, pemanah, pelempar tombak
dan ali-ali.
Penduduk
daerah-daerah yang ditaklukkan dijadikan pengikut dewa Asyur dengan sumpah, dan
dipaksa setia pada Asyur baik dalam bidang politik maupun agama. Para pelanggar
dihukum dengan tindakan pembalasan dan penyerbuan, yang mengakibatkan kota-kota
mereka dijarah dan dihancurkan, para pemimpin pemberontakan dibunuh, para warga
yg terampil diperbudak dan diasingkan ke negeri-negeri lain. Sisanya tunduk di
bawah pengawasan para pejabat yg pro-Asyur. Hal ini menerangkan baik sikap para
nabi Yahudi terhadap Asyur, maupun ketakutan Israel dan Yehuda terhadap periuk yg mendidih, datangnya dari sebelah utara
( Yer 1:13).
Bangsa
Asyur adalah salah satu bangsa yang mendiami daerah Mesopotamia selama beberapa
abad lamanya. Ibukota mereka bernama
Asyur dan terletak di tepi barat sungai Tigris.
Para arkheolog yang menggali reruntuhan kota ini menemukan sisa-sisa
istana-istana,kuil-kuil tembok-tembok dan pintu-pintu gerbang yang pertama
sekali dibangun dan yang diperkirakan berasal dari zaman Abraham[5]. Pada masa-masa sesudah gedung-gedung pertama dibangun di kota Asyur,bangsa
Asyur dua kali berturut-turut menjadi bangsa yang kuat dan yang berkuasa[6].
Hal
itu terjadi pertama kali pada masa para Bapa Leluhur Israel dan yang berikutnya
pada masa sekitar Keluaran dari Mesir.
Hanya saja pada kali yang kedua ini merka tidak begitu kuat untuk
mempengaruhi kejadian-kejadian di Palestina dan Mesir. Bangsa Assiria atau
Asyur diperkirakan menyerbu Palestina pada abad ke-9 Sm[7].
Inilah untuk kali yang ketiga bangsa Asyur menjadi kuat dan berjaya sehingga
periode ini menjadi periode kekuasaannya.
Bangsa
Asyur adalah penyerang yang kejam yang
merebut banyak kerajaan di sekitarnya termasuk
Israel dan Yehuda dan adegan kemenangan mereka terukir pada
dinding istana mereka[8]. Pemerintahan
Asyur berlangsung dengan sangat kejam dan bengis sehingga rakyat yang
diperintah membenci rajanya dan berusaha membebaskan diri setiap ada
kesempatan. Kekaisaran asyur berada di puncak kekuasaan yang mengagumkan
kira-kira antara tahun 880-612 SM. Itu didasarkan
pada tiga kota dari Asshur,Calah,dan Niniwe.
Keaisarn itu tidak hanya mengendalikan Israel dan Yehuda,tetapi juga
Mesir,Siria,dan Babel. Namun demikian
akhirnya kekaisaran itu terlalu luas dan negara-negara yang ditaklukkan meulai
memperoleh kembali kemerdekaannya.
Pada
abad ke-8 dan ke-7 SM banyak kejadian yang secara mendalam mempengaruhi
kehidupan bangsa-bangsa yang berdiam di sekitar kawasan Asia Barat Daya
Kuno,termasuk bangsa Israel dan Mesir. Akan tetapi ternyata bangsa Asyur tidak
selalu berkuasa dalam masa 200 tahun tersebut di atas. Jika ia kuat maka ia
akan memaksa banyak bangsa kecil tersebut akan memberontak dan melepaskan diri
dari kekuasaannya. Sejarah bangsa-bangsa
kecil ini merupakan suatu cerita yang berulang-ulang tentang takluknya mereka
di bawah kekuasaan Asyur dan perjuangan mereka untuk melepaskan diri dari
kekuasaan bangsa Asyur tersebut.
Bangsa
Asyur mempertahankan kekuasaannya atas negeri-negeri yang mereka taklukkan
dengan jalan mengorganisasikan negeri-negeri itu ke dalam wilayah-wilayah
pemerintahannya. Mereka kadang-kadang menghapuskan
batas-batas nasional yang lama dan membentuk proponsi-propinsi baru dengan ibu
kota yang baru pula. Jika penduduk dari negeri-negeri itu memberontak maka
Asyur akan mengasingkan mereka dari negerinya dan menempatkan mereka di salah satu negeri dalam wilayah
kemaharajaan Asyur. Hanya beberapa saja
dari antara bangsa-bangsa itu yang diizinkan tetap mempertahankan sistem
politik mereka dan hal itu hanya boleh
berlangsung di bawah pemerintahan yang ditunjuk atau disetujui oleh bangsa
Asyur.
Lebih dari 300 tahun Asyur
menjajah dunia Timur Tengah dengan ibu kotanya
adalah Niniwe selama lebih dari 100 tahun . Asyur memerintah dengan teror
dan kekejaman,menuntut pajak berat,tidak mengizinkan adanya kompromi atau
pembatalan perjanjian,mendeportasi seluruh penduduk seperti terjadi dengan
kerajaan utara,Israel, tahun 732 SM dan 721 SM, dan memindahkan penduduk ke
wilayah yang dahulu[9].
B. Peta Kekuasaan
Asyur
|
C. Hubungan Israel dengan Asyur
Tiglat Pileser, datang
menyerang Israel Utara dan menduduki tanah Galilea. Ia selanjutnya menjajah tanah Filistin
sepanjang pantai Israel Utara di seberang sungai Yordan ( tanah Gilead ).
Kemudian Tiglath Pileser juga menduduki tanah Aram dengan ibu kota Damaskus (
732 ). Pada tahun 726 Sm, Tiglath Pileser wafat dan diganti oleh Salmaneser
V. Sementara itu, Isarel utara tetap
memberontak terhadap Asyur. Akibatnya
pada tahun 721 Sm,kota Samaria jatuh dan diduduki oleh Asyur,setelah dikepung tiga tahun
lamanya. Negara Israel utara dihapus
oleh raja Sargon dan sebagian besar penduduknya dibuang ke Asyur.
Pada tahun 721 SM,Samaria sebagai ibu kota Kerajaan Israel
Utara diserbu oleh pasukan Asyur (Asiria) yang dipimpin oleh Shalmaneser V dan dilanjutkan oleh Sargon II. Dan satu tahun kemudian Samaria
takluk dan dihancurkan. Penduduk Kerajaan Israel Utara yang merupakan 10 Suku
Israel diasingkan dan dibuang ke Khorason, yang sekarang merupakan bagian dari Iran Timur dan Afganistan Barat. Suku-suku ini dipercaya oleh
Bangsa Yahudi saat ini telah hilang dari sejarah.
Raja
Salmaneser V mulai melakukan pengepungan atas Samaria,ibu kota Israel selama
tiga tahun sampai kejatuhannya. Orang-orang Israel dibuang ke Asyur dan
kerajaan utara (Israel) dihancurkan pada tahun 722/721 Sm. Pada tahun 722 sebelum masehi ibu kota Israel
utara (Samaria ) jatuh ke tangan pasukan Salmaneser,raja Asyur,sebagai hukuman
Allah atas dosa mereka ( 2 raja.17 ) dan juga para pemimpin beserta sebagian
rakyatnya dibuang ke Asyur dan negara-negara lain,dan diganti dengan
orang-orang asing[10]. Segera
setelah kehancuran Israel,orang-orang Asyur mengalahkan Mesir. Kemudian tahun 701 SM, raja Sanherib mengepung
Yerusalem karena raja Hizkia dari Yehuda berhenti membayar pajak
kepadanya. Kemudian Sanherib kembali ke
Asyur namun dibunuh oleh kedua anaknya.
Keterangan di Alkitab memperlihatkan bahwa
Israel beberapa kali melakukan pertempuran dengan Asyur. Pertempuran pertama
(sekitar tahun 853 sM) terjadi di Qarqar, di tepi sungai
Orontes. Pada pertempuran ini Ahab, raja Israel, berhasil menahan ekspansi Asyur yang
dipimpin oleh raja Shalmanaser III. Setelah peristiwa ini, Israel menghadapi konflik
internal yang ditandai dengan pergantian kekuasaan dari dinasti Omri ke Yehu. Di bawah pemerintahan Yehu, konfrontasi Israel
utara dengan Ayur dihentikan dengan jalan membayar upeti kepada Asyur.
Pada akhir abad ke-8 SM, tekanan Asyur terhadap Israel
Utara melemah. Sebagian besar pasukan ditarik kembali untuk menghadapi serangan
Urartu. Situasi ini dimanfaatkan oleh Israel utara untuk
bangkit dan mencapai kemakmuran di bawah pemerintahan Yerobeam II. Akan tetapi, Asyur di bawah pimpinan raja Tiglat-Pileser III kembali menyerang wilayah Palestina. Mereka berhasil
menguasai beberapa wilayah Israel ( 2 Raja-raja 15: 2; 16:5-9; Yesaya 7:1-7) dan mewajibkan
Israel membayar upeti.
Kerajaan
Israel utara dihancurkan sama sekali,raja,para bangsawan dan sebagaian besar
rakyatnya dibuang ke Asyur,dan bekas wilayah kerajaan ini dimasukkannya sebagai
bagian dari salah satu provinsinya. Sikap ini terjadi karena Israel utara bersama
dengan kerajaan Aram memutuskan untuk melawan ekspansi Ayur ke daerah
selatan. Semula kedua negara ini
mengajak Yehuda bergabung dalam suatu koalisi militer untuk melawan Asyur,namun
Yehuda menolak. Akibatnya,Israel utara
dan Aram menyerang Yehuda dan pecahlah apa yang dikenal dalam sejarah Israel
sebagai perang syro-efraim (_+ 725-722 sm )[11].
Yehuda
kemudian meminta bantuan Asyur dan dengan segera Asyur mengalahkan kedua
kerajaan ini. Yehuda kemudian menjadi
vazal , negara di bawah perlindungan Asyur.
Kerajaan Yehuda tetap ada,rajanya tetap memerintah,namun mereka berkewajiban
membayar upeti kepada Asyur setiap tahun dan wajib tunduk kepada kekuasaan Asyur.
Jadi pada mulanya Yehuda dengan sukarela mengundang kehadiran kekuasaan Asyur
untuk membantunya mengalahkan Israel utara dan Aram,akan tetapi dalam
perkembangan berikutnya Asyur memanfaatkan situasi ini untuk menaklukkan Yehuda
tanpa kekerasan militer,dan mengenakan syarat-syarat yang amat memberatkan Yehuda.
Kekalahan Israel dari Asyur membuat kerajaan ini hilang
untuk selamanya. Samaria
yang menjadi ibukota kerajaan ini memang
terus ada, namun kebijakan politik Asyur membuat kota ini tidak lagi identik
dengan Israel. Orang-orang yang tinggal di dalamnya adalah bangsa campuran yang
masing-masing memiliki ilah. Ini jugalah yang
membuat orang Yahudi di kemudian hari tidak pernah mengakui penduduk Samaria
sebagai saudara mereka.
BAB III
PENUTUP
Dalam bagian penutup ini diakhiri dengan
kehancuran atau kejatuhan bangsa Asyur dalam pemerintahannya. Asyurbanipal,raja
Asyur dan anak-anaknya yang kemudian juga menjadi raja menggantikannya,tidak
berhasil mempertahankan kedaulatan Asyur atas seluruh kemaharajaan. Bangsa Media berhasil merebut kota Asyur pada
tahun 614 SM . Dan pada tahun 612 SM
angkatan perang gabungan dari Media dan
Babilonia berhasil merebut Niniwe, ibukota kerajaan Asyur pada masa
pemerintahan Sanherib. Sisa-sisa bangsa
Asyur berusaha bertahan di kota Haran akan tetapi pada tahun 610 SM mereka
dikalahkan seluruhnya. Mereka memang
sempat memperoleh pertolongan dari bala tentara Mesir ,namun pertolongan itu
tidak mampu menyelamatkan Asyur dari kehancurannya[12].
Nabopolazar,ayah Nebukadnezar yang
menjadi raja pada tahun 625,dapat membebaskan dirinya dari kekuasaan
Asyur. Bersama-sama dengan Madai ia
memerangi Asyur. Pada tahun 612 Niniwe
ditaklukkan oleh orang Madai dan Babel.
Orang-orang Asyur mempertahankan diri beberapa waktu di Haran, tetapi di
sanapun pada akhirnya mereka menyerah kepada orang-orang Babel[13]
. Ini semuanya mengakibatkan bahwa Asyur
tidak sempat lagi mengurus daerah-daerah jajahannya. Pada tahun
612 sM,ibu kota Asyur ,Niniwe dihancurkan oleh Media dan pada tahun 539
sM direbut Persia[14].
Niniwe ( di Irak utara ) dihancurkan pada tahun 612 SM oleh koalisi Babel (
Irak selatan ) dan Media dan Persia ( Iran sekarang ), dengan bantuan suku-suku
yang kecil-kecil. Kehancuran begitu menyeluruh sehingga ketika Xenofon melewati
bekas Niniwe pada tahun 401 Sm, ia hanya mendengar dari para penduduk bahwa
sebuah bangsa besar pernah menempati tempat itu dan telah dihancurkan[15] .
Walupun tidak segera lenyap,Asyur
tidak dapat bertahan lama karena ibukotanya yang berbenteng serta
proponsi-propinsi yang mendukungnya sudah dirampas. Walaupun Firaun Nekho II dari Mesir dengan
nekad mengerahkan persekutuan Mesir-Asyur untuk melawan Cyaxares dan
Nabopolasar,namun Asyur hanya dapat menunda kehancuran yang tak terhindarkan
itu sampai tahun 609 SM[16].
Asyur yang berada di ambang kehancuran,khususnya dipercepat
prosesnya oleh Nabopolassar dan sekutu-sekutunya,orang Media yang bergerak ke arah
barat dari bagian barat laut Persia. Kebijakan
Mesir pada saat itu mengambil haluan yang baru.
Sesudah berabad-abad lamanya menentang dominasi Asyur di pantai Laut
Tengah,Mesir di bawah pimpinan Firaun Nekho,mendukung Asyur menentang
persekutuan orang Babilonia dan Media[17]. Ternyata Mesir lebih suka berhubungan dengan
Asyur yang lemah daripada Babel yang perkasa.
Asyur dalam kesombongannya
bagaikan perkakas yang menyangka dirinya sebagai tukang kayu, yang karena digerakkan
oleh tangan menganggap diri manusia.
Suatu bangsa yang sebentar dipakai oleh Allah sebagai perkakasNya
menganggap dirinya Allah.hal 97. Telah
kita dengar nubuat Yeremia tentang Babel.
Kerajaan Asyur pada masa itu sudah hilang dari muka bumi, Tuhan telah
membuang tongkat Asyur dan memilih perkakas yang baru,yaitu palu godam cokram
Babel[18].
DAFTAR
PUSTAKA
Alkitab
Amstrong,Karen, The Great Transformation Awal
Sejarah Tuhan, ( Cisaranten Wetan:
PT mizan Pustaka,2007 )
Bakker, F.L, Sejarah Kerajaan Allah ( Cetakan ke-15- Jakarta:Gunung Mulia,2007 )
Baker,I David, Mari Mengenal Perjanjian Lama ( Cetakan
ke-11, Jakarta:Gunung Mulia,2008)
Bergant,Dianne dkk,Tafsir Alkitab Perjanjian Lama ( Yogyakarta:Kanisius,2002 )
Doney,
Meryl,Kitab yang Mengubah Dunia:
Bagaimana Alkitab sampai kepada Kita ( Jakarta:BPK Gunung Mulia,t.t )
Internet
Hinson,F David, Sejarah Israel pada Zaman Alkitab ( Cetakan ke-7- Jakarta: Gunung
Mulia,2004 )
Keene,Michael, Alkitab Sejarah,Proses Terbentuk,dan Pengaruhnya (Jogjakarta:KANISIUS,2006)
Mawene,Marthinus ,Teologi Kemerdekaan ( Cetakan ke.1-Jakarta:Gunung Mulia,2004 )
Lasor,S.W
dkk, Pengantar Perjanjian Lama 2: Sastra dan Nubuat ( Cetakan ke-9- Jakarta: Gunung Mulia,2007 )
Rothlisberger, H,Firmanku seperti Api:Para Nabi Israel (
Cetakan ke-4-Jakarta:Gunung Mulia,2002 )
[2]
David F.Hinson, Sejarah Israel
pada Zaman Alkitab ( Cetakan ke-7- Jakarta: Gunung Mulia,2004 ), 159
[3] Michael Keene, Alkitab Sejarah,Proses Terbentuk,dan Pengaruhnya (Jogjakarta:KANISIUS,2006), 21
[4] David
F.Hinson, Sejarah Israel pada Zaman
Alkitab ( Cetakan ke-7- Jakarta: Gunung Mulia,2004 ), 159
[5] David F.Hinson, Sejarah Israel pada Zaman Alkitab ( Cetakan
ke-7- Jakarta: Gunung Mulia,2004 ), 157
[6] Ibid,157
[7] Ibid .157
[8]
Meryl
Doney, Kitab yang Mengubah Dunia:
Bagaimana Alkitab sampai kepada Kita ( Jakarta:BPK Gunung Mulia,t.t ),4
[9] Dianne
Bergant dan Robert J.Karris,Tafsir
Alkitab Perjanjian Lama ( Yogyakarta:Kanisius,2002 ),686
[10]
David l Baker, Mari Mengenal Perjanjian
Lama ( Cetakan ke-11, Jakarta:Gunung Mulia,2008),70
[11] Marthinus
Mawene, Teologi Kemerdekaan (
Cetakan ke.1-Jakarta:Gunung Mulia,2004 )
,20
[12]
David F.Hinson, Sejarah Israel pada Zaman Alkitab (
Cetakan ke-7- Jakarta: Gunung Mulia,2004 ), 159
[13]
F.L. Bakker, Sejarah Kerajaan Allah (
Cetakan ke-15- Jakarta:Gunung Mulia,2007 ),672
[14]
Karen Amstrong, The Great
Transformation Awal Sejarah Tuhan, (
Cisaranten Wetan: PT mizan Pustaka,2007
),112
[17]
W.S.Lasor,D.A
Hubbard,F.W.Bush,Pengantar Perjanjian L ama
1: Taurat dan Sejarah ( Cetakan ke-12- Jakarta:Gunung Mulia,2008 ),399